JellyPages.com

Sunday 23 May 2010

Puisi nilai 9

Hari ini pelajaran Bahasa Indonesia, aku suka karena ibu gurunya sabar dan pelajarannya mudah dipahami. Kukeluarkan buku pelajaran dan buku tulisnya, sudah rapi di atas meja beserta alat tulisnya. Kulihat dari deretan jendela bagian dalam, ibu guru sudah berjalan menuju kelas kami. Tumpukan buku besar diletakkan beliau di atas meja dan di tengah-tengah kelas, beliau memulai pelajaran. aku tenang di mejaku dan mendengarkan. Hari ini kami belajar membedakan puisi dan prosa. Diakhir pelajaran, ibu guru berpesan agar kami membuat kelompok dengan 3 anggota dan membuat salah satu dari materi pelajaran : puisi atau prosa. Aku mengedarkan mataku ke kelas, mencari teman perempuan aku untuk mengajak berkelompok, ada 2 orang teman memanggil namaku dan bertanya apakah mau sekelompok, aku menganggukkan kepala.

Di rumah aku mulai memikirkan tema apa yang bagus untuk tugas puisi itu. Apa aku bercerita tentang pemandangan, bunga, keluargaku atau apalah yang lain. Pasti banyak sudah teman-teman yang memilih tema itu. But I have no idea at all. Aku keluar rumah dan berjalan ke tepi pantai. Kupandangi selat dengan pulau membentang di sepanjang tautan mata. Laut ini tenang, dengan tepian yang menyurut sehinga tampak karang-karang hitam di dasarnya. aku masih berdiri di tepiannya dan menikmati angin melalui rambutku yang panjang terurai, membelai wajahku dan kucium aroma laut yang khas. Besok kami harus berkumpul untuk menuliskan puisi ini bersama.

Ke dua temanku sudah duduk di kursi tamu rumah aku. Sudah kukeluarkan minuman dan kulihat temanku sudah mengeluarkan secarik kertas bertuliskan kalimat-kalimat yang belum sempat aku baca. Teman yang lain menyodorkan kertas itu untuk aku baca, kusimak satu demi satu isi puisi itu, bercerita tentang suasana sekolah. aku tersenyum dan kubilang bagus. Kemudian aku memeriksa rima akhiran puisi, sudah benar. Kucek lagi isinya, ah...ada yang terlompat. Aku menambahkan 4 kalimat di antara alinea 1 dan 3. kukembalikan ke temanku lembar kertas itu dan mereka bertanya mengapa harus ditambah. Aku jelaskan kalau maksudnya sedikit lompat ceritanya. Mereka menggangguk dan bertanya apakan ini cukup bagus untuk dikumpulkan. Aku bilang iya, temanya bagus dan tidak terpikir sama sekali. Karena kupikir aku mau menulis tentang laut yang menemaniku di siang hari. Tapi temanku sudah menulis lebih dulu, biarlah.

Tuga itu dikumpulkan hari ini, teman-teman di kelas berebut meletakkan kertas di atas meja ibu guru. Kudengar di belakang kelas ada yang ribut. Suara itu cukup keras menunjukkan kekesalan. Kulihat si mata tersenyum membanting kertas di atas meja, tanda tidak puas dengan hasil tulisan puisi itu. Dia bergegas ke meja guru dan bilang kalau puisinya belum selesai, dia akan kumpulkan di jam istirahat berikutnya kemudian dia bergegas keluar kelas dan berlalu. Aku bingung melihatnya dan bertanya dalam hati, apa boleh meninggalkan kelas seperti itu?

Tepat di jam istirahat ke dua, si mata tersenyum kembali ke kelas dan mengumpulkan kertas berisi tulisan penuh sekali. Dia sampaikan ke teman kelompoknya bahwa sudah selesai dikerjakan dan lihat nanti hasilnya. Yakin sekali yah.

Kulihat di meja guru sudah berkumpul teman-2 menutupi meja tua itu. Pasti ada yang dibagikan, aku bergegas ingin tahu dan tiba-tiba ada teriakan senang "weee....dapat sembilan". Aku melihat seorang anak laki-laki mengacungkan kertas ke udara setegah berlari kembali ke mejanya. Dibelakangnya mengikuti beberapa anak yang penasaran ingin tahu kebenarannya. Si pemegang kertas buru-buru menyimpan kertas itu, dia bilang yang buat belum lihat nanti saja. Aku cuma mengamati dari jauh dan segera kutemukan kertas hasil pekerjaanku. Kulihat nilai di situ hanya 7,5. Aku jadi penasaran dengan nilai 9, seperti apa ya menulisnya sehingga dapat nilai sembilan. dengan sabar kutunggu kertas itu keluar dari tas teman laki-laki yang menyimpannya. Si mata tersenyum berlenggang masuk ruang kelas, teman sekelompoknya segera menunjukkan hasil nilai 9 itu, kelas kembali riuh karena ingin tahu nilai itu. Akupun mendekat dan bilang "apa aku boleh lihat, seperti apa yang dapat nilai 9". si mata tersenyum memandang aku dan bilang "ini, tapi jangan lama-lama". diulurkan kertas itu ke aku, tapi dari belakang teman perempuan menariknya, aku bilang jangan nanti sobek. Dilepaskannya dan segera kukembalikan sambil berkata "nanti saja aku bacanya, teman-teman yang lain nanti berebut". Aku kembali ke mejaku dan diam di situ. Hingga jam pulang sekolah, masih tak kuhampiri puisi itu, karena kulihat beberapa teman masih ingin melihatnya. aku pulang.

Esok pagi, sebelum bel berbunyi, aku sudah duduk rapi di bangku sekolah. Semua bangku masih penuh terisi, aku menoleh ke belakang, bangku si mata tersenyum masih kosong. aku kembali menatap ke depan. Akhirnya bel berbunyi aku menghela nafas, apa iya dia nggak masuk sekolah, aku menundukkan kepala. tiba-tiba selembar kertas sudah berada di atas mejaku dan kertas itu bertuliskan angka 9. Ku angkat kepalaku dan si mata tersenyum ada di hadapanku sambil berkata "ini buat kamu". Aku bengong dan kulihat dia berlalu menuju mejanya. Aku baca habis puisi itu dan terbelalak, temanya bunga mawar. Apa iya anak laki-laki bisa menuliskan puisi tentang bunga mawar? Aku ulangi lagi membaca puisi itu, bahasanya mengalir. tapi ini bukan puisiku, kenapa diberikan ke aku ya? tiba-tiba pertanyaan itu muncul. Selang pelajaran usai aku bergegas ke meja belakang dan menemui si mata tersenyum, aku bilang ini puisinya aku kembalikan. Dia memandangku dengan heran dan menjawab, aku kasih kamu. Aku jawab lagi, ini punya kamu, aku sudah selesai membacanya. Tapi dibantah lagi, aku sudah nggak butuh buat kamu aja. Aku bengong, apa iya kertas bernilai ini tidak dibutuhkan. Belum lama aku berpikir, tiba-tiba teman perempuan aku merebutnya dari belakangku, buat aku aja kalo gitu dan dia berlari menjauh. Si mata tersenyum berteriak, itu punyaku. Tapi kertas itu sudah menghilang di dalam tas pemiliknya. Aku cuma bisa bilang "maaf" dan kembali ke bangkuku. Aku menyesal kenapa kukembalikan kertas itu, padahal aku suka dia memberikan itu buat aku. aku kembali diam. Dan ketika bel istirahat berbunyi, simata tersenyum sudah ada di sampingku dan berkata, besok aku ganti, aku buat puisi lagi buat kamu yah, besok pagi. Aku tersenyum.

Friday 21 May 2010

"Aku suka Sunset"

Ketika aku berkumpul dengan teman komplek aku, kakak-kakak karang taruna sedang sibuk di lapangan bola volley di depan rumah aku. Mereka menyibukkan pendaftaran lomba gambar yang akan dilaksanakan di lokasi perumahan kami. Aku suka menggambar, tapi apa aku bisa ikut lomba yah, sedikit minder karena gambarku di sekolah termasuk yang biasa-biasa saja. Seingatku aku nggak pernah dipuji untuk pelajaran menggambar oleh guru. Aku tanyakan ke salah seorang kakak perempuan, apa saja persyaratannya. Hanya mencantumkan nama saja, tanpa syarat lainnya. Aku langsung meng-iyakan. Aku ingin coba. Teman mainku terheran-heran, menanyakan apa aku bisa gambar, aku cuma tersenyum.

Di sekolah ternyata teman-teman juga meributkan hal yang sama, beberpa temanku malah sudah ikut mendaftar seperti yang aku lakukan. Aku ditanya oleh teman, aku mau gambar apa, kujawab belum tahu. Lihat nanti saja ketika lomba mulai. Dan kurasakan ada sosok temanku yang mengikuti aku, siapa? Ah ... mata yang tersenyum ... menanyakan ada apa? Dia menanyakan apakah aku pasti ikut lomba itu, aku jawab iya dan menganggukkan kepala, setelah aku jawab, dia berlalu. Aku memandangi punggung mata yang tersenyum berlalu dari ruang kelas.

Hari ini minggu pagi, cerah, udara tidak terlalu panas. Rumah aku di tepi laut, dengan banyak pohon-pohon besar menaungi jalan dan rumah kami. Lingkungan yang menyenangkan. Aku sudah selesai mandi, dan memakai celana panjang putih dengan blus garis-garis coklat. Aku suka merasa nyaman, jadi aku nggak perlu bingung kan kalo mau gambar nanti. Kupersiapkan alat gambar dan segera bergegas ke tepi laut. di sana sudah banyak anak-anak berkumpul. Aku hampiri kakak karang taruna yang mendaftarkan kami, aku dan beberapa teman perempuan memperoleh alas gambar, kertas dan nomor peserta. Kami segera bergegas mencari tempat yang enak buat gambar. Tapi mataku melihat kelebat sosok yang aku kenal, mata yang tersenyum ada di situ. Rupanya dia juga ikut lomba yang sama. Aku mengikutinya dari jauh. Aku ingin menggambar dekat dengan dia, entah kenapa. Tapi dia beranjak dari tempat yang dipilih pertama. Aku juga ikut bergerak, hingga beberapa kali aku mengikuti, hingga akhirnya teman perempuan aku bilang, kita di sini aja yah, jangan pindah lagi, nanti nggak gambar-gambar. Yah aku menyerah deh. Aku gelar tikar alas duduk, dan mulai menyiapkan peralatan. Mau gambar apa yah. Alu melihat pulau di batas selat, karena cuaca cerah, tampak hijau pepohonan di atas pulau itu. Tapi aku tidak suka langit yang cerah dan terang berwarna biru. Aku bilang ke temanku, kalau aku tidak suka langit dan awan itu, aku lebih suka langit yang berwarna merah jingga seperti matahari terbenam. Temanku bilang, bayangkan aja suasana di sini dengan yang aku mau. Yah aku akhirnya aku mulai menggambar pemandangan di situ. Ada pulau, laut, perbatasan selat, perahu layar nelayan dan matahari terbenam.

Tanpa sadar, di belakang aku ada mata yang tersenyum memandangi keasyikan aku menggambar. Kemudian dia menundukkan kepalanya tepat disebelah kepala aku dan menunjukkan jarinya, bertanya apa yang sedang aku lakukan dengan laut disitu, karena menurutnya terlalu rata dan tenang. Kupandangi gambarku, iya juga. Aku kembali bertanya, seharusnya bagaimana agar lebih hidup, dia menjelaskan supaya mengisi ombak-ombak di antara benda-benda yang bergerak dan beberapa tempat lain. Mata yang tersenyum masih ada di belakang aku, dan mengamati gambar aku yang lain...hatiku tersenyum, ada rasa senang di sana. Teman yang duduk dihadapan segera mengingatkan kalau waktu terus berjalan, dan aku belum mulai mewarnai gambarku dengan cat air yang sudah aku siapkan. Seorang teman laki-laki yang lainpun menanyakan ke mata yang tersenyum, jadi gambar tidak, karena dia cape menunggu dan tidak ikut lomba. Dia menanyakan kembali ke aku, dimana dia bisa gambar. Aku menengok ke sekitar aku, tikar kami penuh, duh kecewanya padahal aku mau dia ada di samping aku. Tepat di belakang aku ada batu dan aku bilang kenapa nggak coba duduk di atas batu itu dan mengggambar disitu. Dia menurut dan aku lega, aku bisa dekat dengan dia. aku lanjutkan mewarnai gambar itu, hingga tiba kakak teman perempuanku yang menengok kami. Aku minta tolong untuk mengambil gambar dengan kamera kecilku yang sudah aku siapkan. Aku minta untuk mengambil aku dari arah depan, karena aku mau mata yang tersenyum ada dalam photo itu. Setelah kamera dikembalikan, aku tersenyum dan melanjutkan gambarku lagi. Tapi, tak berapa lama aku mendengar suara berisik di belakang aku, benar, dia merapikan semua peralatannya dan bergegas pergi, sudah selesai? aku heran dan memandanginya pergi, sedih. Tapi aku kembali tenggelam menyelesaikan gambar aku dan mengumpulkannya ke panitia.

Selang seminggu, teman di kelas ribut tentang hasil lomba gambar hari minggu itu. Aku bertanya siapakah yang menang. mereka menyebutkan nama-nama yang tidak aku kenal. Aku tanyakan juga darimana mereka tahu, teman-temanku bilang, semua gambar yang masuk finalis dipampang di tepi lapangan dekat sekolah aku. Ah, aku jadi ingin mencari gambar aku. Masuk final nggak? Pulang sekolah aku bergegas ke lapangan dan melihat 2 papan besar penuh dengan gambar-gambar. Aku cari gambar aku, dan masuk 10 besar, senangnya hatiku. Kulihat gambar laut dengan matahari sunset itu ada di situ. Dalam hati, aku berharap si mata yang tersenyum juga melihat papan ini. Aku bergegas pulang ke ruma.

Jam istirahat sudah usai, teman-2 mulai masuk ke kelas satu persatu dan aku duduk di bangku aku. Dan mata yang tersenyum datang menghampiri bangkuku, dia bilang gambar aku bagus tetapi kenapa sunset, hari itu kan cuaca cerah dan pagi hari. Aku menjawab, aku suka sunset. Dia jawab, ya udah. Aku balik bertanya, kenapa gambar dia tidak diselesaikan dan tidak dikumpulkan, aku ingin melihat hasil akhirnya. Dia cuma menjawab, aku tidak bisa menyelesaikannya. Hanya itu dan aku menatap matanya lagi. Lalu dia menawarkan menggambar sesuatu untuk aku, mau aku gambarkan yang lain? Aku bilang, boleh. Dia berjanji besok akan dibawakan gambar itu untuk aku, besok pagi dan dia berlalu dari meja aku. Aku jadi menghayal, gambar apa ya yang dia bawa besok pagi.

Monday 17 May 2010

Serumpun Padi

Hari ini hari yang menyenangkan buat aku, karena hari ini ada pelajaran menyanyi. Entah kenapa, aku suka menyanyi, lebih-lebih ibu guru ini mudah sekali dipahami cara mengajarnya. Sederet not angka dan narasinya sudah siap di papan tulis. Aahh...lagu baru rupanya. Usai bel istirahat, aku dan teman-teman sekelas mulai mempelajari dan mempraktekkan alunan lagu itu. Serumpun Padi, itu judulnya. Berulang kali ibu guru selalu mengingatkan kami untuk berhati-hati ketika sampai pada nada-nada tinggi. Aku suka nada tinggi, membuat suaraku melengking. sebelum pulang, ibu guru mengingatkan pada kami untuk mempelajrai lagu itu dan akan diujikan 2 minggu lagi.
Hari ini panas, aku memilih berteduh di teras kelas dan memandangi teman-temanku berlari-larian di lapangan berdebu. Du, teriknya matahari ini. Waktu istirahat masih 10 menit lagi, bergegas aku ke ruang perpustakaan. Sebelum istirahat, salah seorang guru meminta aku untuk datang ke ruang itu untuk tes bernyanyi. Mungkin akan ada lomba lagi. Tiba di ruang itu, kulihat 5 temanku sudah berjajar dan melantunkan tangga nada. Aku berbaris di belakangnya. Tiba giliranku, aku melakukan hal yang sama. Setelah selesai 1 oktaf, bapak guru meminta aku untuk melantunkan 3 oktaf, mulai nada bawah hingga nada atas, huff....aku menarik nafas panjang dan mengaturnya. dengan mulus nada itu sempurna kulakukan. Belasan anak dites dan hanya 6 anak yang menjadi kandidat untuk dikirimkan lomba bernyanyi dan deklamasi. Kuperhatikan satu per satu 6 temanku, dan mataku tertuju pada satu orang anak laki-laki dan 2 temannya. Anak laki-laki yang selalu menarik perhatian aku. Aku hanya memandanginya dari jauh, kulihat dia sibuk berbincang mau menyanyikan lagu apa dengan teman-2nya. Bapak guru berpesan, agar mulai besok setiap jam istirahat, kami berlatih menyanyi dan akan dipilih 2 anak, 1 laki-laki dan 1 perempuan untuk mewakili sekolah. Aku kurang suka dengan cara ini. Tapi kuikuti saja mau para guru.
Kami ber-enam berlatih lagu setiap jam istirahat, 1 lagu daerah pilihan dan 1 lagu wajib. Aku menyanyikan lagu serumpun padi dan si patokaan. Dan anehnya, semua teman juga memilih lagu wajib yang sama, kata mereka sekalian belajar lagu yang akan diujikan minggu depan. Dua sampai tiga kali aku berlatih bersama teman-2...tapi ada enggan mulai menghinggapi beberapa teman untuk mulai meninggalkan latihan, termasuk anak laki-laki itu. tinggal aku berdua dengan teman perempuanku dan 1 anak laki-laki yang bertahan. Akhirnya seleksi alam lebih berperan...aku mengundurkan diri, hingga tersisa 2 anak, 1 laki-laki dan 1 perempuan. Ah, aku tidak perduli...aku tidak ingin lomba itu.
Suasana kelas tampak sepi, anak-anak diam di tempat menunggu ibu guru kami masuk kelas dan memulai ulangan bernyanyi. Aku sudah siap menyanyikan lagu itu, lagu yang kami pelajari mulai 2 minggu lalu, serumpun padi. Aku mendapat giliran ke tiga untuk maju dan bernyanyi, kulantunkan dengan mulus setiap nada dan kata dalam lagu itu, suasana sunyi, hanya terdengar suaraku. Kuedarkan pandanganku ke seluruh kelas sembari bernyanyi dan mataku tertumbuk pada anak laki-laki yang berdiri disamping meja sambil memandangku tanpa kedip. Aku heran, kenapa dia memandangi aku yang sedang bernyanyi. Ada kilat jenaka dibalik matanya yang tersenyum ke arahku meskipun bibirnya diam. Dia berjalan selangkah ke depan kemudian mundur ke belakang hingga terhadang tembok kelas, dan membuat aku bertambah heran, apa dia sudah tidak sabar untuk bernyanyi di depan kelas ya...itu yang ada dipikiran aku. Mataku tidak bergerak lagi dan hanya melihat dia. Usai laguku, aku bergegas berjalan ke arah mejaku dan tetap tidak melepaskan pandanganku ke dia. mata itu teduh dan menyenangkan hatiku. seperti mengajak aku bercanda walaupun tidak berucap kata. Hingga suara ibu guru yang menanyakan dia apakah dia mau ke toilet atau tidak, karena hingga aku duduk, dia masih berdiri. Riuh teman-teman sekelas merespon dia. Aku menoleh ke belakang dan kulihat dia masih memandangku tapi tidak dengan senyum. Aku menunduk sambil kembali menghadap ke depan kelas.
Sejak kejadian itu, aku selalu mencari tahu, apa yang ada di matanya. Seperti berbicara dengan dia ketika mata kami beradu pandang. Aku tidak pernah tersenyum, demikian juga dia. Tapi mata itu selalu tersenyum untuk aku.

Tuesday 11 May 2010

Bernyanyi dan Memandangi

Jam istirahat pertama berbunyi, dan seorang guru mendekati aku, beliau bertanya apakah aku mau ikut latihan bernyanyi bersama teman-teman. Aku ragu-ragu menjawab dan dengan bijak ibu guru itu meminta aku menanyakan hal ini ke ibu aku di rumah nanti. Bila mama mengijinkan, besok siang sepulang sekolah, aku dan teman-teman harus mulai berlatih. Aku termenung dan bertanya dalam hati, apakah aku boleh bernyanyi bersama teman-teman, ya? Hingga menjelang siang, pertanyaan itu masih berputar di kepala aku. Beberapa teman perempuan aku sudah mulai merajuk, ikut aja. Nanti kita pulang sama-sama. Aku jawab, aku tanya mama aku dulu dan tersenyum.

Siang ini, aku mulai berlatih bernyanyi bersama teman-teman. Akhirnya mamaku mengijinkan setelah menanyakan tujuan latihan ini. Latihan belum mulai, tapi kami sudah bergerombol di ruang kepala sekolah. Aku dan beberapa teman perempuan kebagian koor lagu hymne guru dan rayuan pulau kelapa. Kebanyakan kami perempuan, sedikit sekali teman laki-laki yang terlibat. Fokus perhatian aku tertuju pada 3 teman laki-laki aku, aku tidak tahu siapa mereka. Ketiganya tengah dilatih oleh salah seorang guru di depan mikrophone. Siapa ya mereka? Tampak mulut-mulut kecil itu mengeluarkan lagu yang mulai mengalun terdengar di telingaku.

Tiba-tiba seorang guru berada di samping aku dan bertanya, apakah aku mau berlatih piano, les dengan teman-teman yang sudah bergabung lebih dahulu. Aku jawab iya aku mau. Ibu guru itu tampak manis tersenyum dan akan meminta ijin ke mamaku untuk berlatih piano. Aku suka banyak yang menawarkan aku latihan-latihan yang bisa membuat aku mendapat suasana baru. Aku perhatikan teman laki-laki itu masih saja berlatih dan aku dengan teman-2 perempuanku masih duduk memperhatikan.

Latihan bernyanyi itu tidak lama aku rasakan. Mungkin hanya 3-4 kali dan sepertinya cepat berlalu. Sore itu mama membangunkan aku dan akan diantar ke sekolah. Mama bilang, aku akan tampil bernyanyi bersama teman-teman di RRI (Radio Republik Indonesia). Kami akan naik bis dari sekolah, dan mama berpesan agar selalu mengikuti rombongan. seragam aku sudah rapi kupakai dan aku diantar ke sekolah oleh papa.

Kulihat teman-teman sudah ramai berkumpul di halaman depan sekolah. Aku segera berkumpul dengan mereka. Seragam mereka sama denganku, hem putih dan rok abu-abu. Kami bercanda sejenak hingga seorang guru perempuan meminta kami menyusun barisan untuk absen. Kami semua berbaris, kecuali 3 anak laki-laki yang bernyanyi di depan mikrophone. Ketiganya berdiri terpisah dan dikawal oleh orang tua salah satunya. Aku melihat mereka dan salah seorang lainnya tidak mau melepaskan pandangan matanya ke aku. Siapa ya?

Usai mengabsen, para guru sibuk menggiring kami ke bis untuk berangkat. Karena badan aku lebih tinggi dari teman yang lain, aku berada di barisan belakan sehingga aku terakhir masuk dalam bis. Cukup tinggi untuk menjangkau tangga bis abu-abu itu, sedikit kesulitan aku menaikinya dengan kaki kecilku. Ketika langkah ke duaku menapak pada tangga ke dua, kudengar suara ribut di belakang aku. Aku menoleh dan berdiri di pintu bis. Kulihat anak laki-laki yang tidak melepaskan pandangannya ke aku, berdiri di depan pintu bis, sementara 2 orang temannya sibuk menarik tangannya untuk masuk ke mobil yang berbeda. Anak laki-laki itu tetap tidak mau, dia mau naik bis yang sama dengan bis aku. Aku masih memandang dia dengan heran, kenapa mau naik bis ini? Bukankah lebih enak naik mobil pribadi? Aku nggak mengerti, hingga akhirnya kepala sekolah melerai dan memberi tahu kalo mereka bertiga harus naik mobil pribadi yang sudah disediakan. Baru mereka bertiga pergi dari situ dan aku masih memandangi anak laki-laki itu yang tidak mau melepaskan pandangannya ke aku.

Bis besar abu-abu sudah masuk ke halaman RRI, kami sudah bersiap-siap turun, beberapa teman bahkan sudah turun. Kulihat lagi melalui jendela, kulihat anak laki-laki itu berlari dari mobil menuju bis dan menunggu di depan pintu. Aku beranjak turun dan melihat dia lagi. Dua temannya kembali menarik tangannya untuk mengikuti arahan guru. Setengah hati ditinggalkannya aku, dan dia mengikuti temannya. Aku masih nggak mengerti, apa yang dia cari. Sepertinya dia menunggu sesuatu. Dan aku nggak tahu itu apa? Yang aku tahu, mata kami selalu bertemu dan tidak mau lepas.

Usai acara kami kembali ke sekolah dengan bis yang sama. Hari sudah gelap, dan kulihat di ujung gang ada mobil papaku. Aku sudah dijemput. Turun dari bis, aku berlari ke arah papaku dan memeluknya. Ditanyanya, apakah aku senang. Aku menganggukkan kepala dan siap bercerita apa yang aku lakukan tadi di RRI. Belum aku mulai bercerita, anak laki-laki itu kembali berada di belakang aku, aku menoleh cepat dan dia segera berlari cepat menghindar. Aku belum sempat bertanya siapa namanya. Dan aku kembali diam.


Sunday 9 May 2010

Kamu mau ambil lagi atau nggak?

Kelas ini ramai, aku duduk di deretan nomor empat dari depan persis di tepi gang tempat kami jalan. Pagi setlah di antar papa, aku langsung duduk di bangku dan diam di situ sampai semua bangku terisi di kelas terisi dan belpun berbunyi. Aku lihat sekeliling aku, penuh. Celoteh mulut-mulut kecil mengeluarkan bunyi yang aku tidak pernah mengerti apa yang mereka bicarakan. Berisik bila satu kelas bicara semua. aku hanya menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat satu-persatu wajah kawan-2ku.

Ku dengar ibu guru di depan kelas meminta perhatian, membawa setumpuk kertas lipat untuk dibagikan. Aku menerima selembar. Kulihat masing-masing kawanku juga memegang selembar kertas. Kuperhatikan perintah ibu guru, melipat ke bawah, ke samping, dibalik, lalu miring...jadi deh perahu kertas. This is it my favourite. Kalo papa lihat, pasti aku dipuji karena bisa melakukannya dengan benar, senangnya.

Tiba-tiba di hadapan aku sudah tergeletak mainan kayu puzzle, ibu guru membagikannya lagi dan mengambil perahu kertas aku. Berusaha ke ambil lagi perahu itu, ingin kutunjukkan pada papa, tapi ibu guru itu cepat berlalu. Kupandangi puzzle kayu di hadapanku...kuperhatikan gambar 2 buah mawar warna merah. Kubalik pelan-pelan sehingga keping-2 jadi berhambur di atas mejaku. kubalikkan satu persatu dan mulai aku susun dalam wadah patronnya. Baru keping ke dua mau aku letakkan, tiba-tiba seorang anak laki-laki sudah berdiri di samping aku, memegang puzzle kayunya yang masih rapi tertata, dia bilang "aku mau puzzlemu, tukar ya?". aku termanggu dan belum menjawab, puzzleku sudah berpindah tangan dan puzzlenya tergelat di atas meja kuningku. What is it? Aku lihat puzzle itu bergambar kapal perang, dan aku nggak suka. Ku biarkan puzzle itu di atas meja tanpa kusentuh. Benakku bertanya, kenapa temanku mau puzzle aku? Aku menoleh mencari dimana teman aku duduk, dan kutemukan dia berada di sebelah gang bangku aku. Dia syik menata puzzleku. Ah, sudahlah. Toh dia senang bermain dengan puzzle itu. Aku tetap tidak menyentuh puzzle gambar kapal di hadapanku, sampai puzzle itu diambil kembali oleh ibu guru.

Esok harinya, aku masuk dan duduk di kelas dan bangku yang sama. Pagi ini ibu guru akan membagikan kacang hijau ke cangkir-cangkir kami. Aku suka kacang hijau yang dibuat ibu guru. Kuahnya bening dan segar. Kuulurkan cangkir minum aku untuk diisi kacang hijau dari ibu guru. Kukeluarkan sendokku, dan mulai menikmati kacang hijau itu. Manis, segar dan masih hangat. Kuselesaikan memakannya sampai habis. Hmmm...hangat di perut aku. Dan kami dibagikan kembali puzzle kayu yang sama seperti kemarin, aku dapat puzzle dua buah mawar warna merah seperti kemarin. Langsung kubalikkan puzzle itu dan cepat-2 aku menyusunnya. Ada 4 keping yang harus aku susun dan kini keping ke tiga sudah terpasang. Namun, anak laki-laki itu sudah berada disebelah aku lagi, dan dia mengambil puzzleku. Aku pandangi dia, "kenapa diambil lagi?" aku bertanya. dia bilang "aku mau puzzle kamu, aku sudah selesaikan puzle aku kok, kamu main puzzle aku ya". Jadi, aku tidak menyelesaikan lagi puzzle mawar merah itu. Sedihnya, lalu kulihat puzzle yang ditukar olehnya. Oh, gambar yang berbeda, gambar kuda. Akhirnya aku kerjakan puzzle itu hingga selesai dan kuserahkan ke meja ibu guru di depan.

Hari ini aku berangkat sekolah di antar mama. Karena papaku jaga malam. Kelas TK ini masih sepi, mama terlalu pagi mengantar aku. Hingga akhirnya satu persatu kawan-kawan di kelas aku masuk dan duduk di meja masing-masing. Pelajaran pertama menulis huruf tegak di buku tulis halus yang dibagikan ibu guru. Tidak dapat aku selesaikan satu halaman penuh, masih tersisa 2 baris di bawah yang belum terisi. Aku selalu mengerjakan hati-hati, papa selalu menyuruh aku begitu. Setelah buku itu aku kembalikan ke ibu guru, kembali puzzle di bagikan dan aku mendapatkan puzzle yang sama seperti kemarin-kemarin, gambar 2 buah mawar merah. dan sengaja tidk aku kerjakan, tidak aku balik seperti biasanya. Tak berapa lama, anak laki-2 itu sudah berdiri di samping aku lagi membawa puzzlenya, lalu aku melihatnya dan berkata "mau ambil puzzle aku lagi ya?" tanyaku ketus. Dia menganggukkan wajah kecilnya, hatiku jadi nggak tega, padahal maksudnya menggertak dia untuk mundur, ternyata kuulurkan puzzle itu padanya dan melihat bola matanya berbinar menerima puzzle itu dan setengah berjingkat duduk di bangkunya. Aku menghela napas dan melihat dia asyik menyusun puzzle itu, dan puzzle di meja aku tidak aku hiraukan lagi.

Selang bebrapa waktu, puzzle itu tidak kembali dibagikan ibu guru, tapi berganti dengan lilin plastism. Tak ada yang mau mengambil bagian aku untuk mainan ini. Karena semua sama baik warna dan porsinya. Aku asyik menikmatinya, membuat bulatan, plintiran, dipipihkan hingga menjadi berbagai macam benda disitu. Kulihat semua temanku melakukan hal yang hampir sama. Membuat ulat, perkakas dapur, bunga, untir-untir masih banyak lagi. Tapi aku merindukan puzzleku. Kapan ya main puzzle lagi.

Kupikir aku nggak akan bertemu lagi dengan puzzle gambar mawar merah itu, tapi hari ini dia tergeletak di meja aku. Berbinar mataku, akhirnya aku bertemu puzzle itu lagi. Dan kucari teman yang suka mengambil puzzle aku, kuhampiri dia dan berkata "Kamu mau ambil lagi atau nggak?" sembari kuulurkan puzzle itu. Dia melihat aku setengah tidak percaya, dan dia bilang "iya". Aku tersenyum dan mengambil puzzlenya di atas meja, bertukar dengan puzzleku, puzzle gambar mawar warna merah. dan aku kembali ke meja kuningku untuk menyelesaikan puzzle itu.