JellyPages.com

Tuesday 27 July 2010

Tembok belakang kelas paling ujung...

"Kita ketemu yah di belakang tembok kelas paling ujung?" Dia mengatakan itu setengah berbisik dengan matanya yang tersenyum. "Mau ngapain? Kapan?" aku kembali bertanya dan mencari matanya untuk melihat lagi mata tersenyum itu. Aku suka lihat mata itu. "Aku mau menunjukkan sesuatu, ya, mau ya?" Dia menegaskan kembali ajakannya dan aku mengganggukkan kepala.

Tepat setelah bel istirahat, dan kelas sudah kosong karena teman-2 bermain ke lapangan dan jajan. Aku beranjak dari bangkuku dan menuju tempat di belakang tembok kelas paling ujung, di belakang kelasku. Kosong, tidak ada orang, aku berjalan ke tenaghnya dan bersandar di kolom besar, menunggu Dia. Tak berapa lama Dia datang dan melihat aku. Berdiam diri sebentar di sudut dinding dan berbalik arah. Lho? Aku melongo, katanya ketemu di sini, kok balik lagi? Tak lama Dia muncul lagi dari dinding itu dan menuju ke aku. "Makasih ya mau nunggu. Ayo duduk sini." Aku diajak duduk di lantai bawah menghadap pagar sekolah dengan pohon bambu di sudutnya. Aku terdiam duduk di sebelahnya. "Apa yang mau ditunjukkan?" Aku bertanya, dan Dia hanya melihat aku dan kembali melihat ke depan. "Kita duduk aja di sini." Aku mengalah dan menemani Dia duduk diam, tanpa berkata apapun.

Entah apa yang ada di pikiran aku saat itu, yang aku rasa, aku suka duduk di sebelah Dia dan aku suka saat Dia melihat aku dengan matanya yang tersenyum.

Wednesday 14 July 2010

Diary Biru Muda

Di dalam buku ini aku menuliskan semua yang terjadi, terutama dengan Dia. Diary warna biru muda bergambar anak perempuan kecil di sampul tebalnya. Hampir setengah sudah aku menuliskan setiap ceritaku yang berkesempatan dengan Dia. Bila telah kutuliskan, aku membacanya berulang, rasanya membuat aku nyaman. Aku bahkan sering membawanya ke sekolah, dan membacanya kala waktu istirahat sekolah bila aku tidak jaga koperasi. Terlintas dalam benakku, aku ingin Dia juga membacanya agar Dia tahu apa yang sudah ada di hati aku. Tapi bagaimana caranya.

Kelas sudah hampir kosong karena teman-2 sudah keluar kelas untuk istirahat. Dia masih duduk di bangku belakang, dan temanku ternyata beberapa juga ada disitu. aku beranjak ke bangku belakang dan membawa diary biru aku, dengan sengaja kuletakkan di atas bangku Dia, dan aku mulai sibuk berbincang dengan temanku yang lain. Beberapa kali aku melirik diary itu dan berharap Dia menanyakan, tapi kok ya Dia juga sibuk berbincang dengan teman-2nya. Hingga jam istirahat usai, baru Dia melihat diary itu dan bertanya,"punya siapa?" Aku memalingkan wajahku ke arah Dia dan berkata,"punya aku, mau baca?" entah apa yang terlintas di kepalaku, tiba-2 aku berani menawarkan diary itu untuk dibaca. Diraihnya diary itu dan dibuka cepat lalu dikembalikan ke aku,"Nggak, ini tulisan pribadi kamu kan?" Aku menganggukkan kepala dan kembali menawarkan,"Kalau kamu mau isi, boleh juga?" Haah, aku bisa bicara begitu, berani banget yah. Dia memandangi aku tanpa menjawab, dan aku harus kembali ke bangku segera karena guru sudah masuk dalam kelas. kusimpan diary biru itu ke dalam tasku dan aku mulai mengikuti pelajaran lagi.

Jam istirahat ke dua, aku harus jaga koperasi yah, kutinggalkan kelas dan segera beranjak ke koperasi. tugas rutin bergilir ini aku lakukan dengan senang hati. Hingga jam istirahat selesai, aku kembali ke kelas dan mendapati tas aku terbuka, lho aku kan tinggalkan dalam keadaan rapi. Kok jadi berantakan yah. aku memeriksa isi tas itu dan tak kudapati barangku hilang, semua lengkap. Aku mengamati sekeliling aku dan semua siap menerima pelajaran. Akupun bersiap tanpa bertanya.

Tiba di rumah, aku memeriksa kembali semua barangku, tapi benar tidak ada yang hilang. Mataku tertuju ke diary biru muda. Aku membuka halaman demi halaman, dan kulihat ada yang berbeda. Satu halaman berisi tulisan puisi, ada delapan baris kalimat dengan jarak satu garis. Siapa yang menulis yah, apa mungkin Dia? Kubaca berulang puisi tanpa judul itu. Tentang bunga mawar dan detilnya. Aku suka.

Esok harinya di sekolah, aku bergegas ke arah Dia dan menanyakan apa dia yang menuliskan puisi di dalam diary biru aku. Dia mengelak kalau itu Dia yang tulis. Aku tersenyum aja, karena Dia berkata tidak dengan memandangi mataku tanpa lepas....Dia yang menulis dalam Diary itu. Aku kembali ke bangku aku dan membaca ulang puisi yang dituliskannya. Aku jadi penasaran, kenapa Dia mengelak menjawab yah. Di halaman berikutnya, aku menggambarkan pemandangan laut di dekat rumahku, ada pulau di seberang, laut dalam, sedikit pelabuhan dan tepi pantai rumahku. Belum selesai aku menggambarkannya, guru sudah masuk ruang kelas dan pelajaran mulai. kemasukkan diary itu dalam tas kembali. Aku berpikir, untuk meninggalkannya lagi dalam tas seperti kemarin dan aku meninggalkan ruang kelas dengan sengaja meskipun aku tidak jaga koperasi. Aku ingin tahu, apa Dia akan mengambil diaryku lagi atau tidak.

Kembali ke kelas, aku segera membuka tasku dan mengambil diary itu lagi. Kubuka halaman terakhir aku menggambar, tidak kudapati tulisan. Kuperhatikan gambarku dan kulihat ada tambahan kapal nelayan di situ. Aku segra melihat ke bangku belakang, ke Dia. Dia memandangiku dan tersenyum, memang Dia yang mengambil dan mengisi diary itu. Aku tersenyum dan kembali menyimpannya. Aku suka dia mengisi diary biruku. Aku jadi sering meninggalkannya di dalam tas supaya dia bisa mengambilnya dan mengisi diaryku.

Tuesday 6 July 2010

Dia yang jauh

Siang ini panas sekali, aku baru pulang dari kampus, nggak jauh sih dari rumah, cuma panasnya cuaca bikin aku meleleh. Baru saja aku masuk ke halaman rumahku, teman sebelah rumah sudah menyapa dan menyampaikan kabar bila Dia baru saja meninggalkan komplekku. Yah, padahal aku sudah menunggunya di hari-hari terakhir, kenapa Dia datang saat aku di kampus. Kecewa banget nggak bisa ketemu Dia. Kutanyakan apa Dia akan datang lagi ke komplek. Pertanyaanku dijawab, iya. kapan? Entah, mungkin akhir pekan. Wah...jadi berbinar mataku.

Waktu seperti lambat sekali tiba di akhir minggu. Dan aku sudah tidak sabar dengan waktu itu. Sering sekali tirai jendela depan rumah kusibakkan hanya untuk memastikan suara yang ada di depan rumah, tapi bukan siapa-siapa. Mulai bete...

siang itu aku lelah sekali, pulang dari kampus aku tiduran di kamarku sambil membaca buku. sudah sepuluh halaman kuhabiskan, mulai kudengar suara orang berbincang di halaman depan. Seperti aku kenal suaranya, siapa ya? Aku bergegas turun dari tempat tidur dan keluar kamar untuk kembali memastikan siapa yang ada di luar sana. Kusibakkan pelan-pelan tirai jendela ruang tamu, itu Dia. Sedang berbincang dengan teman di sebelah rumahku. Masih sama seperti kemarin di Reuni, belum ada yang berubah. Aku ingin keluar, tapi kuingat aku masih pakai baju tidur, sedangkan mereka berbincang berdiri di sisi pagar. Aku ingin ganti baju, tapi nanti ada yang terlewat dari pandangan mataku. Akhirnya kuputuskan menganti pakaianku dan kembali melihat Dia di balik tirai jendela rumahku. Lho, kok udah nggak ada? Aku segera keluar dari pintu rumah dan menengok ke arah dalam rumah sebelah. Rupanya mereka berpindah duduk di teras. Aku ingin bergabung tapi, apa ya? Ada yang mencegahku untuk ikut di situ. Akhirnya kuputuskan untuk duduk saja di teras rumahku dan mendengarkan pembicaraan mereka.

Panjang lebar Dia menceriterakan kunjungan hari pertamanya. Dia sudah bertemu beberapa teman di komplek kecuali aku. Dan menyebutkan satu nama teman perempuan yang tinggal di deretan rumah belakang. Aku menyimak setiap kata pembicaraannya, dan ingin menyapa. Tapi kenapa belum mau juga kakiku beranjak dari tempat duduk. Berat rasanya melangkah ke rumah sebelah.

Akhirnya aku beranjak juga dan berdiri di sisi pagar pembatas rumah, teman sebelahku memberitahu kalau aku ada di situ dan menganjurkan untuk menyapa. Tapi Dia yang duduk memunggungi aku, tidak menggubrisnya. Beberapa kali temanku menoleh ke arahku, tetap saja nggak diindahkannya aku. Kenapa ya? Apa aku punya salah? Sepertinya tidak. Tiba-tiba Dia mengeluarkan selembar kertas bergambar dari pensil, Dia sebutkan kalau itu gambar teman perempuan yang tinggal di deretan rumah belakang. Aku jadi pengen tahu, kenapa Dia tidak menggambar untuk aku lagi yah? Menyapapun tidak. Teman sebelah rumahku bilang, gambar itu sama sekali nggak mirip dengan teman di belakang rumah, tapi lebih mirip aku. Aku jadi pengen tahu seperti apa gambarnya. Tapi ada rasa yang menyesak di dadaku dan menyuruh aku masuk ke dalam rumah. Aku berlari ke dalam kamar dan menangis di atas bantal. Kesal sekali rasanya, disapapun tidak.

Hingga terdengar suara motor menyala, aku kembali melihat dari balik tirai dengan mata sembab, "aku nggak mau kesini lagi, ini terakhir aku kesini" dia berkata keras dari atas motor. Maksudnya apa? Aku merasa kesal karena dia tidak bicara dengan aku dan aku kehilangan kesempatan lagi untuk menyampaikan rasa aku ke Dia. Aku berlari ke kamar dan menangis lagi, sakit sekali rasanya.

Sunday 4 July 2010

Bertemu denganmu lagi

Sebentar lagi reuni sekolah, aku sudah sibuk dengan teman-temanku. Di komplekku lumayan juga jumlah teman-2 yang berasal dari sekolah yang sama. Meskipun kami melanjutkan di sekolah yang berbeda bahkan kuliah di lain kota, karena rumah orang tua kami berada dalam 1 komplek, kami masih saling komunikasi. Menyenangkan memang, teman satu sekolah dan satu lingkungan tinggal.

Aku mulai memastikan siapa saja yang akan datang, termasuk Dia yang kuliah jauh di luar kota, apakah mungkin Dia datang. Aku mulai mengingat-ingat Dia dan bagaimana Dia. Banyak yang sudah terlupakan, meskipun sering muncul dalam mimpiku, cerita-cerita masa kecilku. Banyak yang belum terjawab, termasuk keinginanku menyampaikan rasa pada Dia yang tertunda saat perpisahan sekolah dulu. Banyak yang ingin aku sampaikan, tapi dalam forum reuni semacam ini, apakah mungkin?

Aku kembali memasuki gedung sekolah lama yang tetap seperti dulu. Aku berangkat bertiga sementara teman sekomplek tempat tinggal lainnya memilih menggunakan motor ke sana. Belum banyak yang datang, kebanyakan teman-2 cowok yang aku sendiri lupa siapa itu. Aku mulai sibuk menata makanan bersama teman cewek. Satu persatu teman-temanku datang, bersalaman dan mulai bercanda. Sedikit demi sedikit aku mulai mengenali mereka lagi. Mana Dia yah? Aku belum melihatnya. Saling bertukar informasi tempat kuliah, mengingat kejadian lalu, helak tawa mulai memenuhi ruang. Tapi aku memilih sibuk mengatur hidangan. Sepertinya gelisah aku ini.

Sosok wajah dan perawakan yang aku kenal memasuki ruangan, kulihat dari sudut mata dan masih belum menatap Dia. Sepertinya Dia memang nggak mengenali aku...aku terdiam dan tetap sibuk menata hidangan. Sesekali salah seorang teman cowok mengajak bicara, menghampiri aku dan sedikit menggoda dengan menanyakan dimana aku tinggal sekarang. Aku hanya menanggapi dengan tertawa...dasar pelit informasi. Tapi memang bukan itu mauku. Hingga akhirnya salah seorang teman cowok mulai berani mengajak bicara dekat, mengikuti aku menata hidangan patungan dari teman-2 yang datang. Mulai menanyakan apa aku punya pacar atau nggak, tanya dimana rumah aku, dsb. Duh...kok ya pertanyaan pribadi begini. Beberapa kali menghampiri aku, hingga akhirnya menarik perhatian Dia. Dari sudut ruangan, Dia mulai mengamati aku, sembari bicara dengan teman-2 yang lain, matanya belum lepas dari aku. Kadang aku melempar senyum bila bertemu mata. Rupanya Dia sudah tidak mengenali aku lagi. Tentu saja, rambutku sudah tidak panjang dan tidak dikepang dua. Rok seragam berganti dengan blus dan rok selutut. Sepatu sekolah berubah menjadi sepatu berhak 7 cm. Berbeda sekali dengan aku yang Dia kenal dulu. Hingga akhirnya Dia menanyakan ke teman disampingnya siapa aku, "itu siapa?", disebutnya namaku oleh teman itu. Dia masih belum percaya, ditanyanya lagi pada teman yang lain,"itu yang pakai rok hijau dan blus putih, siapa?" Teman itu berkata yang sama. "masa? kok sexy gitu." Kulihat pandangan matanya sudah tidak mengenali aku lagi, aku seperti orang aneh dilihat begitu. Akhirnya aku semakin menyibukkan diri untuk menata hidangan di meja tengah dan tidak mengindahkan Dia. Hingga kulihat Dia dengan sengaja bercanda dengan beberapa teman cewek dan mencuri pandang ke aku. Duh, tambah sebel jadinya hati ini. Sebel karena Dia nggak mengenali aku lagi, sebel karena Dia sengaja bikin gemes..jadi tambah gelisah n nggak mood lagi deh sama acara reuni.

Benar saja, acara reuni yang digelar di teras belakang sekolah nggak aku indahkan...aku berjalan di bawah joglo dan duduk di situ, sendiri. Melihat acara dari kejauhan, memendangi teman-2 satu persatu dan akhirnya tidak aku perdulikan. Hingga usai acara, aku masih nggak paham apa maksud reuni itu. Selesai acara aku berkemas-kemas barang bawaan dan menaikkannya ke mobil teman aku berangkat tadi. Kulewatkan beberapa sesi foto bersama teman-2, aku cukup puas dengan foto dalam kameraku saja. Ada Dia dalam foto itu, dan aku menyimpannya lagi dalam tasku.

Masih ada rasa ingin menyapa, tapi apa perlu lagi. Sampai kudengar Dia berencana hendak mengunjungi komplek tempat tinggal aku. Aku kembali menunggu di depan pagar, menunggu temanku pulang dan Dia. Akhirnya kuberanikan diri bertanya langsung, "Benar kamu mau ke komplek?" Dia mengangukkan kepalanya. "Kapan?" Aku kembali bertanya, "Nantilah, aku pasti kesana kok." dia menjawab. "benar yah, aku tunggu." Aku kembali memastikan dan tersenyum lalu segera naik ke mobil temanku.

Belum jauh mobil temanku beranjak, Dia sudah hilang di balik gang kecil. Aku minta temanku untuk memutar jalan supaya melewati rumah Dia...tapi tak kulihat lagi sosok Dia di situ...dan temanku berkata, "sudah, besok kan mau ke komplek, ntar kan ketemu." Baiknya temanku ini menghibur ...

Thursday 1 July 2010

Nggak boleh yang ini ... yang itu saja

Papaku akhirnya tahu kalau aku lama-lama bosan juga menunggu di kantor papa sepulang sekolah. Akhirnya papa menawari aku untuk bermain di rumah temanku sambil menunggu jemputan tante aku, dan teman aku itu Dia. Rumahnya terletak di antara rumah aku dan kantor papa, diantar Bapaknya aku sampai di rumah Dia dan Dia sudah ada di rumah karena jarak sekolah dan rumahnya dekat sekali, cukup jalan kaki.

Masuk di halaman rumah tampak bangku kayu di bawah pohon jambu ... tampaknya enak ya duduk di situ, tapi seorang ibu sudah menungguku di depan pintu dan menyuruhku masuk. "Duduk di ruang tamu atau mau ikut ke dapur, ibu harus masak dulu." Aku meletakkan tasku di bangku dan bergegas mengikuti ibu itu ke dapur. Kulihat beberapa bahan makan telah siap dimasak, sayuran sudah disiangi. "Masak apa, bu?" aku bertanya pada ibu itu. Sambil mengaduk masakan di atas wajan, ibu itu menjawab, "Tolong ibu ambilkan potongan kentang itu. Ini namanya semur daging, suka nggak?" Aku mengambil wadah plastik berisi potongan kentang yang sudah digoreng dan melongokkan wajahku untuk melihat masakan itu, tak kukenali masakan apa itu, mungkin karena belum matang dan belum banyak bumbu yang masuk. Aku megelengkan kepala dan berkata,"Aku belum tahu itu masakan apa." Ibu itu tersenyum dan meneriakkan nama seseorang. Tiba-tiba dibelakangku ada seorang anak laki-laki berdiri dan itu Dia. "Ajak adiknya main, ibu mau masak dulu." Ibu itu meminta Dia untuk menemani aku, segera tanganku digandengnya menuju ruang bagian luar dan kemudian masuk ke sebuah kamar, diajaknya aku duduk di tepian tempat tidur.

"Mau mainan yang mana? Ayo pilih." Dia memintaku untuk memilih mainanya. Aku mengamati semua mainan yang berjajar di atas rak dekat tempat tidurnya. Mataku tertuju pada mainan pesawat terbang dan aku menunjukkan tanganku ke arah mainan itu. Dia mengikuti arah telunjukku dan memegang mainan yang kumaksud...Diambilnya mainan itu dan ditunjukkan ke aku,"yang ini?" aku menganggukkan kepala. "Nggak boleh yang ini, yang itu saja ya." Aku menggelengkan kepala, "aku mau yang itu" kataku sambil menunjuk pesawat itu lagi. Dia mengambil pesawat itu dan menunjukkannya padaku, aku ingin menyentuhnya, tapi pesawat itu ditarik kembali. "Jangan yang ini ya, aku pinjami yang lain aja ya." Kata dia sambil menyembunyikan pesawat itu dibelakang badannya. Kemudian Dia mengambil mainan lainnya untukku, dan diberikannya ke aku. Aku pegang mainan itu tapi mataku masih tertuju pada pesawat ditangannya. "Pinjam sebentar boleh?" Aku memberanikan diri bertanya. "Jangan yah." jawabnya dan akupun keluar kamar itu dan meninggalkan mainan itu di atas tempat tidurnya. aku keluar kamar dan menuju bangku di bawah pohon jambu.

Tak berapa lama, Bapak Dia tiba dari kantor, aku tersenyum di atas bangku. Bapak itu menyapa dan segera masuk ke dalam rumah, masih berseragam dinas. Aku masih memainkan kakiku yang menggantung di atas bangku, melihat lalu lalang kendaraan di depan rumah itu. Dan namaku dipanggil dari dalam oleh Dia. Aku memalingkan wajahku ke arah asal suara itu. "Ayo masuk dulu, kita makan siang." Aku tidak mengindahkan panggilan itu. Beberapa kali aku diajaknya masuk, tapi aku diam saja. Hingga tiba ibu Dia yang menghampiri aku dan berkata, "Sudah lapar kan, mbak? ayo kita makan dulu." Tangannya meraih tanganku dan mengajakku masuk. "Tuh kan, dibilangin dipanggil ibu, nggak percaya." Dia sudah menungguku di samping pintu masuk dan kemudian mengikutiku menuju meja makan. Aku duduk bersebelahan dengan Dia, di depanku ibu dan di ujung meja Bapak Dia. Piring nasiku sudah terisi nasi ditambah semur daging dan kentang, hmmm baunya harum."ayo dimakan, enak." Kata dia sambil menyendokkan nasi ke mulutnya. Aku mengikuti dan....hmmm...rasanya manis dan hangat dimulutku... Aku suka rasa kentang dan kuahnya hingga tidak aku perdulikan daging semurnya. Ketika Bapak dan Ibu Dia sudah selesai makan, aku dan Dia masih di meja makan, belum selesai. "Mbak, dagingnya nggak dimakan?"Ibu itu bertanya dan aku menggelengkan kepala. "Lebih suka kentangnya ya mbak. Mas dihabiskan daging adiknya." Aku memindahkan potongan daging di piringku ke piring Dia. "Kenapa? Nggak suka?" Dia bertanya dan aku bilang, "Susah makannya. Buat kamu aja." Dan aku melanjutkan makan ku.

Selesai makan, aku kembali duduk di kursi meja tamu dan Dia masuk kedalam kamar mengambil mainan pesawat itu lagi dan memainkannya. Aku memperhatikan dan tertarik untuk menyentuhnya. "Aku boleh pinjam nggak? Aku pengen lihat." Aku menanyakan lagi ke Dia. "Jangan, aku masih mau mainan." Jawabnya menolak. Aku kembali diam dan melihat Dia mengembalikan pesawat itu di tempatnya. "Udah, kamu mau mainan juga kan. Yang mana, aku ambilkan." Tanganku ditarik dan dibawanya aku ke rak mainannya lagi. Aku menolak, kukibaskan tangannya dan kembali duduk ke kursi ruang tamu. Kulihat Dia mendekati aku lagi, dan aku lari keluar rumah menuju bangku di bawah pohon jambu. Aku enggan masuk ke dalam lagi, kesal, aku cuma ingin lihat mainan pesawat itu, tapi nggak boleh. "Ayo masuk, jangan di luar. nanti sakit." Aku menggelengkan kepala tanda tidak mau, tambah kesal ketika tanganku ditarik-tarik. Tidak berhasil mengajak aku masuk rumah, Dia kembali masuk rumah. Aku lepas sepatuku dan menaikkan kakiku ke atas bangku, teduh dan semilir angin membuat aku mengantuk, sepertinya aku tertidur di situ.

Kakiku menyentuh sesuatu, aku terbangun dan kulihat Dia duduk di dekat kakiku dan ada 2 gelas teh disitu. "Ayo, masuk ke dalam. Jangan bobo disini." Dia mengajak aku masuk kembali ke dalam rumah. "Nggak kok, aku nggak mau bobo lagi." Aku menolaknya, masih kesal. "Sepatunya aku bawa masuk ya, tehnya juga ya. Nanti minum tehnya di dalam saja, ya?" Kemudian dia membawa sepatuku ke dalam dan dua gelas teh pun berpindah ke dalam rumah satu persatu. "Aku masuk ke rumah pakai apa kalau sepatuku di bawa masuk?" Aku bertanya. "O, iya ya...aku ambilkan sandal aja ya." Dia kembali masuk ke dalam rumah dan kembali dengan sandal kecil biru. "Mau minum teh di sini atau di dalam?" Dia bertanya lagi. Lho, tehnya kan sudah di dalam rumah, kok ribet banget sih. Sebelum aku masuk ke rumah, Dia sudah berlari ke rumah dan keluar dengan gelas teh lagi berdiri di depan pintu, sementara aku sudah memakai entah sandal siapa dan berdiri di samping bangku. "Minum di luar saja ya." Dia mengusung kembali ke dua gelas itu keluar. Aku kembali duduk di bangku, sebenarnya mau minum dimana ya. aku jadi tambah kesal dan kembali diam. Dia keluar lagi dan meletakkan mainan pesawat yang ingin kusentuh di bangku bawah pohon jambu, di sebelahku. Aku hanya melihat dan tidak kusentuh. "Ini, boleh pinjam kok." Dia menawarkannya padaku. Tapi beberapa kali aku ditanya, aku tidak mau menjawab lagi. Sampai akhirnya Dia masuk ke dalam rumah dan lama tidak keluar.

Aku masih menunggu jemputan tanteku, belum datang juga. Aku masih duduk di bangku di bawah pohon jambu dan dihampiri Bapak Dia. "Kenapa tidak mau masuk?" aku ditanya dan menjawab sebentar lagi tante aku akan jemput." Beberapa saat aku diajak dialog dan dinasehati oleh Bapak dia. "Yang pintar jaga diri ya, nduk." Aku menganggukkan kepalaku dan tenang duduk di sebelahnya, hingga Dia sudah berada di sisi satunya dan bertanya, "Kalau aku apa, pak?" Maksudnya apa, kan tadi cuma aku yang dinasehati, aku melonggokkan kepala dan melihat Dia sudah duduk di pegangan bangku disebelah Bapak itu. "Jangan dinakali adiknya, dijaga ya. Kamu kan lebih besar. " Kata-kata Bapak itu tidak semua aku mengerti, kulihat Dia menundukkan kepala, nggak tega. "Sudah, sekarang main lagi. Jangan bertengkar lagi ya. bapak masuk dulu." Kami ditinggalkan di bangku itu. Dan aku masih duduk diam di bangku itu, Dia juga. Tak berapa lama tanteku sudah di depan halaman rumah dengan sepeda motornya. Aku berlari ke dalam rumah untuk mengambil tasku, tapi sepatuku mana. "Sepatuku tadi mana?" Aku bertanya ke Dia, dia senyum-senyum. Aku mencari ke beberapa tempat, tanteku sudah membunyikan klakson meminta aku cepat. tapi sepatu sandal coklatku belum ketemu. "Sudah dijemput yah, lho mana sepatunya? Mas, carikan sepatu adiknya, tadi disimpan dimana?" Ibu Dia segera tahu siapa yang menyimpan sepatu itu. Dengan menunduk, diambilnya sepatuku dari kolong rak mainan di dalam kamarnya, diberikan ke aku dan segera kupakai. Aku pamitan pada Ibu Dia dan berlari ke motor tanteku. Kulihat dia masih di depan pintu memandangi aku berlalu pulang dan aku diingatkan tanteku untuk berpegangan di pinggang tanteku agar tidak jatuh. Aku pulang.