JellyPages.com

Thursday 1 July 2010

Nggak boleh yang ini ... yang itu saja

Papaku akhirnya tahu kalau aku lama-lama bosan juga menunggu di kantor papa sepulang sekolah. Akhirnya papa menawari aku untuk bermain di rumah temanku sambil menunggu jemputan tante aku, dan teman aku itu Dia. Rumahnya terletak di antara rumah aku dan kantor papa, diantar Bapaknya aku sampai di rumah Dia dan Dia sudah ada di rumah karena jarak sekolah dan rumahnya dekat sekali, cukup jalan kaki.

Masuk di halaman rumah tampak bangku kayu di bawah pohon jambu ... tampaknya enak ya duduk di situ, tapi seorang ibu sudah menungguku di depan pintu dan menyuruhku masuk. "Duduk di ruang tamu atau mau ikut ke dapur, ibu harus masak dulu." Aku meletakkan tasku di bangku dan bergegas mengikuti ibu itu ke dapur. Kulihat beberapa bahan makan telah siap dimasak, sayuran sudah disiangi. "Masak apa, bu?" aku bertanya pada ibu itu. Sambil mengaduk masakan di atas wajan, ibu itu menjawab, "Tolong ibu ambilkan potongan kentang itu. Ini namanya semur daging, suka nggak?" Aku mengambil wadah plastik berisi potongan kentang yang sudah digoreng dan melongokkan wajahku untuk melihat masakan itu, tak kukenali masakan apa itu, mungkin karena belum matang dan belum banyak bumbu yang masuk. Aku megelengkan kepala dan berkata,"Aku belum tahu itu masakan apa." Ibu itu tersenyum dan meneriakkan nama seseorang. Tiba-tiba dibelakangku ada seorang anak laki-laki berdiri dan itu Dia. "Ajak adiknya main, ibu mau masak dulu." Ibu itu meminta Dia untuk menemani aku, segera tanganku digandengnya menuju ruang bagian luar dan kemudian masuk ke sebuah kamar, diajaknya aku duduk di tepian tempat tidur.

"Mau mainan yang mana? Ayo pilih." Dia memintaku untuk memilih mainanya. Aku mengamati semua mainan yang berjajar di atas rak dekat tempat tidurnya. Mataku tertuju pada mainan pesawat terbang dan aku menunjukkan tanganku ke arah mainan itu. Dia mengikuti arah telunjukku dan memegang mainan yang kumaksud...Diambilnya mainan itu dan ditunjukkan ke aku,"yang ini?" aku menganggukkan kepala. "Nggak boleh yang ini, yang itu saja ya." Aku menggelengkan kepala, "aku mau yang itu" kataku sambil menunjuk pesawat itu lagi. Dia mengambil pesawat itu dan menunjukkannya padaku, aku ingin menyentuhnya, tapi pesawat itu ditarik kembali. "Jangan yang ini ya, aku pinjami yang lain aja ya." Kata dia sambil menyembunyikan pesawat itu dibelakang badannya. Kemudian Dia mengambil mainan lainnya untukku, dan diberikannya ke aku. Aku pegang mainan itu tapi mataku masih tertuju pada pesawat ditangannya. "Pinjam sebentar boleh?" Aku memberanikan diri bertanya. "Jangan yah." jawabnya dan akupun keluar kamar itu dan meninggalkan mainan itu di atas tempat tidurnya. aku keluar kamar dan menuju bangku di bawah pohon jambu.

Tak berapa lama, Bapak Dia tiba dari kantor, aku tersenyum di atas bangku. Bapak itu menyapa dan segera masuk ke dalam rumah, masih berseragam dinas. Aku masih memainkan kakiku yang menggantung di atas bangku, melihat lalu lalang kendaraan di depan rumah itu. Dan namaku dipanggil dari dalam oleh Dia. Aku memalingkan wajahku ke arah asal suara itu. "Ayo masuk dulu, kita makan siang." Aku tidak mengindahkan panggilan itu. Beberapa kali aku diajaknya masuk, tapi aku diam saja. Hingga tiba ibu Dia yang menghampiri aku dan berkata, "Sudah lapar kan, mbak? ayo kita makan dulu." Tangannya meraih tanganku dan mengajakku masuk. "Tuh kan, dibilangin dipanggil ibu, nggak percaya." Dia sudah menungguku di samping pintu masuk dan kemudian mengikutiku menuju meja makan. Aku duduk bersebelahan dengan Dia, di depanku ibu dan di ujung meja Bapak Dia. Piring nasiku sudah terisi nasi ditambah semur daging dan kentang, hmmm baunya harum."ayo dimakan, enak." Kata dia sambil menyendokkan nasi ke mulutnya. Aku mengikuti dan....hmmm...rasanya manis dan hangat dimulutku... Aku suka rasa kentang dan kuahnya hingga tidak aku perdulikan daging semurnya. Ketika Bapak dan Ibu Dia sudah selesai makan, aku dan Dia masih di meja makan, belum selesai. "Mbak, dagingnya nggak dimakan?"Ibu itu bertanya dan aku menggelengkan kepala. "Lebih suka kentangnya ya mbak. Mas dihabiskan daging adiknya." Aku memindahkan potongan daging di piringku ke piring Dia. "Kenapa? Nggak suka?" Dia bertanya dan aku bilang, "Susah makannya. Buat kamu aja." Dan aku melanjutkan makan ku.

Selesai makan, aku kembali duduk di kursi meja tamu dan Dia masuk kedalam kamar mengambil mainan pesawat itu lagi dan memainkannya. Aku memperhatikan dan tertarik untuk menyentuhnya. "Aku boleh pinjam nggak? Aku pengen lihat." Aku menanyakan lagi ke Dia. "Jangan, aku masih mau mainan." Jawabnya menolak. Aku kembali diam dan melihat Dia mengembalikan pesawat itu di tempatnya. "Udah, kamu mau mainan juga kan. Yang mana, aku ambilkan." Tanganku ditarik dan dibawanya aku ke rak mainannya lagi. Aku menolak, kukibaskan tangannya dan kembali duduk ke kursi ruang tamu. Kulihat Dia mendekati aku lagi, dan aku lari keluar rumah menuju bangku di bawah pohon jambu. Aku enggan masuk ke dalam lagi, kesal, aku cuma ingin lihat mainan pesawat itu, tapi nggak boleh. "Ayo masuk, jangan di luar. nanti sakit." Aku menggelengkan kepala tanda tidak mau, tambah kesal ketika tanganku ditarik-tarik. Tidak berhasil mengajak aku masuk rumah, Dia kembali masuk rumah. Aku lepas sepatuku dan menaikkan kakiku ke atas bangku, teduh dan semilir angin membuat aku mengantuk, sepertinya aku tertidur di situ.

Kakiku menyentuh sesuatu, aku terbangun dan kulihat Dia duduk di dekat kakiku dan ada 2 gelas teh disitu. "Ayo, masuk ke dalam. Jangan bobo disini." Dia mengajak aku masuk kembali ke dalam rumah. "Nggak kok, aku nggak mau bobo lagi." Aku menolaknya, masih kesal. "Sepatunya aku bawa masuk ya, tehnya juga ya. Nanti minum tehnya di dalam saja, ya?" Kemudian dia membawa sepatuku ke dalam dan dua gelas teh pun berpindah ke dalam rumah satu persatu. "Aku masuk ke rumah pakai apa kalau sepatuku di bawa masuk?" Aku bertanya. "O, iya ya...aku ambilkan sandal aja ya." Dia kembali masuk ke dalam rumah dan kembali dengan sandal kecil biru. "Mau minum teh di sini atau di dalam?" Dia bertanya lagi. Lho, tehnya kan sudah di dalam rumah, kok ribet banget sih. Sebelum aku masuk ke rumah, Dia sudah berlari ke rumah dan keluar dengan gelas teh lagi berdiri di depan pintu, sementara aku sudah memakai entah sandal siapa dan berdiri di samping bangku. "Minum di luar saja ya." Dia mengusung kembali ke dua gelas itu keluar. Aku kembali duduk di bangku, sebenarnya mau minum dimana ya. aku jadi tambah kesal dan kembali diam. Dia keluar lagi dan meletakkan mainan pesawat yang ingin kusentuh di bangku bawah pohon jambu, di sebelahku. Aku hanya melihat dan tidak kusentuh. "Ini, boleh pinjam kok." Dia menawarkannya padaku. Tapi beberapa kali aku ditanya, aku tidak mau menjawab lagi. Sampai akhirnya Dia masuk ke dalam rumah dan lama tidak keluar.

Aku masih menunggu jemputan tanteku, belum datang juga. Aku masih duduk di bangku di bawah pohon jambu dan dihampiri Bapak Dia. "Kenapa tidak mau masuk?" aku ditanya dan menjawab sebentar lagi tante aku akan jemput." Beberapa saat aku diajak dialog dan dinasehati oleh Bapak dia. "Yang pintar jaga diri ya, nduk." Aku menganggukkan kepalaku dan tenang duduk di sebelahnya, hingga Dia sudah berada di sisi satunya dan bertanya, "Kalau aku apa, pak?" Maksudnya apa, kan tadi cuma aku yang dinasehati, aku melonggokkan kepala dan melihat Dia sudah duduk di pegangan bangku disebelah Bapak itu. "Jangan dinakali adiknya, dijaga ya. Kamu kan lebih besar. " Kata-kata Bapak itu tidak semua aku mengerti, kulihat Dia menundukkan kepala, nggak tega. "Sudah, sekarang main lagi. Jangan bertengkar lagi ya. bapak masuk dulu." Kami ditinggalkan di bangku itu. Dan aku masih duduk diam di bangku itu, Dia juga. Tak berapa lama tanteku sudah di depan halaman rumah dengan sepeda motornya. Aku berlari ke dalam rumah untuk mengambil tasku, tapi sepatuku mana. "Sepatuku tadi mana?" Aku bertanya ke Dia, dia senyum-senyum. Aku mencari ke beberapa tempat, tanteku sudah membunyikan klakson meminta aku cepat. tapi sepatu sandal coklatku belum ketemu. "Sudah dijemput yah, lho mana sepatunya? Mas, carikan sepatu adiknya, tadi disimpan dimana?" Ibu Dia segera tahu siapa yang menyimpan sepatu itu. Dengan menunduk, diambilnya sepatuku dari kolong rak mainan di dalam kamarnya, diberikan ke aku dan segera kupakai. Aku pamitan pada Ibu Dia dan berlari ke motor tanteku. Kulihat dia masih di depan pintu memandangi aku berlalu pulang dan aku diingatkan tanteku untuk berpegangan di pinggang tanteku agar tidak jatuh. Aku pulang.

No comments: