JellyPages.com

Monday 28 June 2010

Kamu buat aku menangis

"Ayuk, kesini." Dia panggil aku ke belakang gedung kantor papa. Aku menengok dari balik dinding. "sini" Dia memanggil lagi dan berlari ke arahku, meraih tanganku dan mengajak aku ke luar ruang kantor. Aku mengikutinya, kulihat satu tangan menggandeng tanganku dan tangan yang lain memegang plastik berisi roti tawar beroles mentega dan pasti bertabur gula pasir.

"Kamu lapar kan, ini." Tangannya sibuk membuka bungkusan plastik dan mengambil sepotong roti untuk aku. "terima kasih." aku mengabil potongan roti itu. Dia selalu membagi roti tawarnya untuk aku setiap kita bertemu di kantor papa. "Dimakan, ayo. Aku juga makan kok." Dia mulai melahap roti itu, aku juga. Rasanya menyenangkan bisa makan sepotong roti bersama dia, aku perhatikan dia makan roti itu di setiap gigitannya hingga habis. "Kok belum habis, ayo dihabiskan." Lho, aku terlalu sibuk memperhatikan Dia makan, akhirnya rotiku belum habis. Segera aku menghabiskan roti itu.

"Sudah habis kan. Sebentar aku buang sampah dulu. Kamu disini ya." Dia minta aku menunggu, kulihat Dia membuang plastik pembungkus di tempat sampah kayu samping pintu masuk. "Sudah ya. Ayo kita masuk lagi, nanti dicari." Aku mengajaknya masuk ke ruang dalam kantor papa lagi. "Tunggu sebentar." Dia menarik tanganku dan mengajak aku duduk di pinggiran gedung. Setelah duduk aku bertanya,"Main apa disini?" Dia melihatku dan, "Nggak ada, duduk aja disini." Lho, maksudnya cuma duduk dan aku memandang ke depan, kuperhatikan pagar kawat berduri di halaman belakang, bertemu dengan tonggak besi kerangka pintu belakang. Di bawahnya ada bunga ilalang kecil berjajar menemani kaki pagar. Dia menunjukkan tangannya dan berkata, "Lewat situ kita bisa sampai ke sekolahmu." Aku memperhatikan yang Dia katakan, arahnya memang ke arah sekolahku, tapi di belakang pagar, nampak bukan jalan yang bersahabat untuk tiba di sekolahku. Tiba-tiba, ada yang menyentuh pipi kiriku, ada rasa hangat yang merayap memenuhi wajahku. Aku menoleh dan melihat Dia terdiam, apa itu tadi, Dia mencium pipiku. Aku segera berlari masuk ke dalam ruang kantor.

Tak sadar aku menabrak seseorang. Aku segera bersembunyi di belakang bajunya. Dia mengikuti aku dari belakang. "Kenapa mbak, kok takut?" Seorang ibu menanyakan keadaanku, kemudian aku dipangku di bangku dekat kantin. "kenapa, masnya nakalin lagi ya?" Aku menunduk dan mulai meneteskan air mata. Aku bingung mesti bilang apa, malu. "Lho, jangan menangis. Kenapa, coba bilang?" Ibu itu terus bertanya padaku, sementara Dia berdiri tak jauh dan memandangiku. "Sini-sini, bisikin aja ya ke ibu." Ibu itu mendekatkan telinganya ke arahku. Apa aku harus bilang ya, aku malu. "Dicium pipiku." Akhirnya aku bilang pelan sekali di telinga ibu itu. "duh, masnya ini nakal ya. Sudah jangan menangis, masnya cuma mau sayang. " ibu itu menghibur aku. "Mas, adiknya jangan dinakalin lagi ya, nanti nangis lagi, nggak mau diajak main lho." Ibu itu memberi nasehat. Air mataku masih meleleh dan dihapus dengan saputangan ibu itu. Aku dipeluk hingga tangsku mereda dan kulihat Dia berjalan keluar gedung kantor dengan menundukkan kepala.

Saturday 26 June 2010

Di tengah kampanye

Buat anak-anak seperti kami, arti ampanye memang jauh dari pemahaman. Kami hanya tahu, bila kami berada di tengah keramaian massa yang kami sama sekali tidak kenal itu siapa. Di bawah instansi seperti papaku, mendukung kampanye itu kewajiban yang tidak bisa dielakkan. Kami keluarganya harus senantiasa meramaikan suasana. Seperti yang aku, adikku, mamaku dan tanteku lakukan saat ini.

Tante dan omku sibuk membicarakan pilihan mereka, "coblosan" hanya itu yang aku tahu. Bagi anak seumur aku, tidak paham apa maknanya. Yang aku tahu aku sudah berada di tengah lapangan dan keramaian di salah satu lapangan di area tempat tinggalku. dan aku bertemu teman mainku. Sama seperti aku, Dia juga tidak paham. Karena papa dan mamaku sibuk dengan acara di tempat itu, aku dan adikku diminta untuk menunggu di bawah tenda di sudut lapangan. Ada Dia di situ dan temannya. Oleh ibunya, dia diminta menjagaku dan mengajak main tetapi hanya boleh di sekitar lapangan. Tidak boleh keluar lapangan. Aku menganggukkan kepala, dan adikku dijaga oleh tanteku. Aku, dia dan temannya berjalan berkeliling lapangan, melihat apa saja yang dikerjakan orang dewasa di situ. Langkah kaki kecilku sedikit tertinggal, aku kesulitan berjalan di lapangan yang tidak rata dan berumput. Sementara Dia begitu cepat menarik tanganku.

Aku tetap tidak mengerti, apa yang dilakukan orang-orang dewasa ini. Ada yang berteriak, bernyanyi dsb. Aku, Dia dan temannya kadang berjalan, kadang berhenti, dan sekarang aku berhenti kecapean berjalan cepat. Dia menoleh ke arahku dan menggandeng tanganku, aku menariknya, tidak mau. "Kenapa, ayo." Aku tetap menggelengkan kepala, "aku cape" hanya itu yang meluncur dari mulutku. Ditariknya aku menepi, dan Dia bilang ke temannya untuk menunggu aku disitu dan jangan kemana-mana, kemudian Dia berlari kencang entah kemana. Aku dn temannya diam di tepi lapangan yang riuh, dan kakiku cape. Aku berjongkok untuk meredam kakiku yang cape. Temannya sudah gelisah menunggu di situ. Agak lama kami menunggu, dan Dia kembali dengan minuman di tangannya. "Ini minum." Aku diam memandangi minuman dalam gelas, itu apa? Aku belum pernah meminumnya, nanti kalau di marahain mama gimana ya, kok minum sembarangan. "katanya cape, ini minum." dia menyorongkan gelas berisi sirup merah. Karena haus, aku meminumnya sedikit, manis rasanya, tetapi tak berani kuhabiskan, nanti yang lain minum apa. "Kok nggak dihabiskan?" tanya Dia. Temannya sudah nggak sabar menunggu untuk minum juga dan tangannya hendak mengambil gelas itu."Jangan, kamu minta mamamu sendiri aja." Lho, kok temannya nggak boleh minum, kulihat wajah temannya kecewa. "Nggak papa kok, aku sudah. Buat kamu aja." aku menjawab. Dia menggelengkan kepala dan berkata, "Aku sudah minum tadi. Bener sudah, nanti haus lagi, habiskan ya?" Dia menyodorkan lagi gelas itu. Aku teguk lagi, tapi nggak sampai habis." Dia bertanya kenapa nggak dihabiskan, duh perutku udah penuh nih, aku cuma menggelengkan kepalaku. "Kalau sudah ayo kita kembali ke tempat tadi, cape kan. Tapi kembalikan gelas dulu yah" Lalu Dia menggandeng tanganku sementara temannya sudah berlari entah kemana karena tetap tidak boleh minum dari gelas yang sama. Aku mengikutinya ke tempat penjual minuman dulu baru kami sampai di tempat duduk kami semula.

Tiba di tempat itu, aku duduk, panas terik matahari siang itu melelehkan keringatku. Tiba-tiba seorang ibu mendatangi aku dan mengeluarkan saputangan untuk mengelap keringat di wajahku. "Panas ya mbak?" Aku hanya mengangguk. "Kemana saja tadi, cape ya diajak jalan tadi. Sudah minum?" Kembali aku mengangguk, dan kudengar Dia menjelaskan ke ibunya kalau uang yang diberi oleh ibunya tadi dibelikan minuman 2 gelas, satu untuk Dia dan satu untuk aku. "Nah gitu dong mas, adiknya diurusin yah." Dia duduk di samping aku. Hingga temannya datang dan mengajaknya bermain lagi, aku diajak tapi ibunya melarang. Kuatir aku kelelahan, jadi aku duduk diam melihat Dia bermain dari kejauhan.

Mamaku datang bersama tanteku, mereka gelisah dan bertanya apa aku melihat adikku. Aku bilang, "Tidak, kan tadi sama tante." Mama marah-marah karena adikku hilang. Hah, aku ikut dimarahin karena dianggap tidak ikut menjaga. Aku ketakutan. Supaya kami tidak hilang berdua, aku diantar ke mobil papa dan diminta untuk diam di situ supaya tidak ikut hilang. Aku menunggu lagi di dalam mobil, panas dan sudah berada di luar pagar lapangan. Aku duduk di dalamnya, melihat-lihat sekitar, dan Dian bersama temannya sudah berad di bawah jendela mobil. "Kok di mobil, mau keluar ya? Ayo main lagi." Aku menjawab,"Adikku hilang, aku nggak boleh keluar dari mobil, nanti ikut hilang." Dia memandangi aku dan berkata, "Aku carikan adikmu ya, nanti main lagi." Aku menganggukkan kepala, Diapun berlalu. Apa benar Dia bisa encari adikku. Tak berapa lama Dia kembali dan memberitahu, "Adikmu ada disitu", dia menunjukkan tangannya pada halaman rumah tak berapa jauh dari parkir mobilku. "Dimana?" Aku bertanya, Dia membuka pintu mobilku dan mengajakku turun. Digandengnya tanganku menuju halaman rumah itu, dan kulihat adikku ada disitu. Aku mengajak adikku ke mobil, tapi adikku tidak mau karena masih asyik bermain dengan anak kecil disitu.

Akhirnya aku berkata, "Aku kembali ke mobil aja, nanti kalau tanteku atau mamaku kembali ke mobil, aku bisa kasih tau." Aku diantarkan Dia kembali ke mobil dan benar saja, tanteku sudah berdiri di samping mobil dan marah karena aku keluar dari mobil. Aku bilang, kalau adikku sudah ketemu, Dia yang memberitahu dimana adikku. Aku tunjukkan halaman itu dimana adikku berada. Tanteku tidak mau ambil resiko, aku dimminta masuk mobil dan tidak keluar dari mobil lagi, sementara tanteku diantar Dia menuju halaman untuk menjemput adikku. Adikku ketemu. Oleh mamaku, tanteku diminta untuk mengantarkan aku dan adikku pulang ke rumah. Aku bilang aku mau tinggal, tapi dilarang karena kuatir hilang lagi. Dan Dia memandangi aku pulang dengan motor tanteku hingga hilang dari ujung jalan. Mungkin Dia kecewa karena tidak bisa bermain lagi. Maaf...

Friday 25 June 2010

Mawar di atas pagar

Baru saja aku bangun dari tidur siang, sedikit lelah hari ini. Pintu rumahku masih tertutup, kutengok kamar mama juga tertutup. Aku membuka jendela dinding rumah bagian depan. Jalanan sepi, sepertinya semua sedang lelap menikmati tidur siang. Mataku tertuju pada sesuatu di atas pagar batu hitam pembatas rumahku. Apa itu? Aku segera membuka pintu rumahku dan menuju ke pagar, di atas pagarku ada bunga mawar, masih segar seperti baru dipetik. Siapa yang meletakkan di situ yah. Aku ingin tahu dari mana bunga ini berasal. Kuambil mawar itu, kuperhatikan betul mawar merah yang kupikir tidak ada di sekitar rumahku. Aku berjalan ke pantai dan memperhatikan halaman rumah tetangga, dari mana bunga ini berasal? Tidak ada yang sama. Aku kembali lagi ke rumah dan masuk ke dalam rumah. Segera aku ambil gelas dan kuisi air sedikit, kuletakkan mawar ke dalam gelas dan kuletakkan di meja belajar aku dalam kamar. Perasaan aku tertuju ke Dia, sepertinya iya. Hanya Dia yang konsisten memberi aku bunga mawar. Gambar bunga mawar, puisi bungan mawar dan sekarang bunga mawar di atas pagarku. Aku merenung, apa aku harus tanyakan besok di sekolah ya?

Jam istirahat pertama berbunyi, aku masih di bangku kelas, belum beranjak. Kuperhatikan Dia sudah keluar kelas....ah, beranikah aku tanya? Aku ragu-ragu, tapi aku juga ingin tahu. Aku cuma berani menghela nafas dan menunggu. Aku tetap di bangku, nggak keluar kelas. Teman sebangkuku sudah berulang kali mengajak keluar tapi aku tolak, akhirnya teman sebangkuku pergi keluar kelas dengan teman lain. Aku diam di bangkuku, dan berharap Dia masuk ke kelas, sehingga aku bisa bertanya. Tapi waktu istirahat usai sudah, dan teman-2 sudah mulai masuk, termasuk Dia yang berjalan lewat bangkuku. Aku berdiri dan spontan bertanya,"kamu letakkan mawar merah di atas pagar rumahku ya?". Spontan juga dia jawab,"nggak." Aku ulangi bertanya,"bukan kamu ya yang taruh mawar merah di atas pagar rumahku". Dia tidak menjawab dan berlalu. Aku menghela nafas sambil duduk ke bangkuku. Lalu siapa yah?

Sepulang sekolah aku menahan mata untuk tidak tidur. Bila kemarin aku tidak tahu siapa yang meletakkan mawar itu, mungkin hari ini ada mawar lain lagi di atas pagarku lagi. Aku menunggu dalam kamar, karena mama sudah menyuruh aku tidur, tapi aku tidak mau tidur. Aku ingin tahu siapa yang meletakkan bunga itu. Kubuka setengah jendela kamarku, agar mudah aku melihatnya. Kutunggu sambil tiduran di tempat tidur tengah. Beberapa kali aku tengok pagar dan halaman rumahku, masih sepi. Aku kembali lagi ke tempat tidurku. Berulang kali duduk di kursi meja belajar, tempat tidur, begitu berulang kali.

Ada suara dari arah luar, aku melongok tapi pandanganku terhalang pohon nangka depan rumahku. Kulihat ada bayangan orang di depan rumahku. Aku keluar kamar dan mencoba membuka jendela rumah untuk melihat siapa di depan rumahku. Kenapa sulit sekali gerendel jendela ini dibuka. Duh, udah nggak sabar melihatnya. Ketika berhasil kubuka, orang itu sudah tidak ada. Aku segera membuka pintu rumah dan setengah berlari menuju pagar. Kulihat ada mawar merah di atas pagar, kutengok ke kiri dan ke kanan, jalanan sepi dan kulihat di ujun jalan masuk komplekku, seorang anak laki-laki mengayuh sepedanya cepat menghilang di ujung jalan. Apa itu Dia, terlalu jauh dan cepat untuk memastikan itu adalah Dia. Aku kecewa tidak segera cepat mengenalinya. Aku melihat mawar merah itu masih di atas pagar, dan di pagar bagian bawah ada kertas terlipat segitiga jatuh. Apa ini juga ditinggalkan oleh orang yang sama? Aku ambil keduanya dan masuk ke kamarku.

Jam istirahat pertama sudah terwewati, tapi aku belum berani bertanya lagi ke Dia soal bunga mawar dan kertas di atas pagar rumahku. Sekarang istirahat ke dua, semua teman sudah keluar dari ruang kelas termasuk Dia. Aku memperhatikan deretan jendela kaca sebelah kiri dan kanan, berharap melihat Dia berjalan masuk kelas. Dan benar saja, dari deretan kaca sebelah kiri, arah pintu masuk kelas, aku melihat Dia berjalan ke kelas, sendiri. Aku beranjak duduk dan menuju pintu masuk yang sama. Belum sampai aku ke pintu, Dia sudah masuk dan hampir menabrak aku. Langsung aku tanya di situ, "Kamu kemarin ke rumahku untuk meletakkan mawar dan kertas ini ya?". Dia melihat kertas di tanganku dan menjawab,"ya, kenapa". "Aku suka." Aku menjawab pendek dan melihat matanya. Sedikit kaku dia menjawab,"Tapi sudah habis." Aku bingung dengan jawaban itu, habis? apa ya yang habis? dan bel istirahat berbunyi, teman-2ku sudah mulai berebut masuk kelas. Akupun kembali ke bangkuku. Paling tidak aku tahu, memang Dia yang meletakkan bunga mawar di atas pagar....aku suka diperhatikan begitu. Terima kasih.

Wednesday 23 June 2010

Syal paris warna biru

Sakit itu tidak menyenangkan buat aku, aku jadi nggak bisa pergi ke sekolah dan berenang. Padahal itu adalah aktifitas yang setiap hari aku tunggu. Sekolah dan kolam renang itu tempat yang bisa membahagiakan aku dibanding rumah. Rumah cuma tempat istirahat saja. Bila sakit seperti ini, aku sedih banget. Karena aku kehilangan tempat yang menyenangkan buat aku dan aku harus tinggal di rumah. Sepertinya besok aku harus ke sekolah, boleh nggak ya sama mama?

Pagi-pagi aku sudah bersiap ke sekolah, mama belum bangun ketika aku sudah berseragam. Kupakai jaket biruku dan pekan-pelan aku meminjam syal mama warna biru. Syal itu pemberian teman mama dari paris, bentuknya segi empat dari bahan transparant dan bergambar bunga mawar besar warna biru. Kuikatkan di leherku agar membuat leherku hangat. Kukeluarkan sepedaku dan aku mulai mengayuhnya menuju sekolah. Pagi ini tampak tenang, mungkin aku lebih awal berangkat. Sepanjang jalan aku melewati beberapa rumah temanku dan kulihat mereka belum siap, aku emang lebih pagi berangkat. Tapi tak apa, aku suka menikmati pagi yang tenang, berangkat sekolah dengan tidak buru-buru. Kulewati deretan perahu rakyat di muara menuju hulu, mereka juga sibuk menyambut aktifitas pagi mereka. Kuperhatikan jalananku, deretan pagar putih menuu tikungan pertigaan, hingga bertemu sekolah tetangga yang juga masih sepi halamannya. Kubelokkan sepedaku ke arah lapangan bola hingga menembus pasar sebelum masuk ke halaman sekolahku. Jalan yang panjang, tapi sangat menyenangkan hatiku, sudah beberapa hari tak kulewati.

Kelas tampak sepi, baru aku yang masuk. Kuletakkan tasku dan mengeluarkan buku pelajaran pertama di atas bangku beserta alat tulisnya. Aku beranjak dari bangku dan ingin ke luar kelas, belum mencapai pintu teman perempuan sudah menyerobot masuk dan bertanya apa aku sudah sembuh. Aku hanya tersenyum. Dipegangnya keningku dan dia berkata, masih panas, seharusnya kamu di rumah. Aku jawab, aku bosan di rumah. Dalam hati aku menjawab, aku ingin bertemu Dia dan menunjukkan kalau aku baik-baik saja. Temanku mengajak aku duduk dan melarangku keluar kelas, teman yang baik. Aku tersenyum dan kembali duduk dibangkuku.

Kelas semakin terisi dan teman baikku ini selalu menyampaikan bila aku masih sakit dan seharusnya belum masuk kepada setiap teman yang masuk kelas. Sehingga setiap teman jadi mengunjungi bangkuku, duh jadi repot yah. Dan Dia juga masuk ke kelas, dilihatnya aku yang masih duduk di bangkuku, berhenti sejenak memandangi aku dan kemudian berjalan menuju bangkunya yang terletak di belakang aku. Aku berharap Dia mengunjungi bangkuku, tapi tidak juga ke arahku. Aku sudah tidak sabar, aku menuju ke arah deretan bangku belakang sekalian menanyakan tugas sekolah ke teman baikku. Aku berjalan ke bangku teman baikku, dekat dengan bangku Dia. Aku tanyakan tugas sekolah apa yang aku belum tahu dan kerjakan. Teman baikku menunjukkan beberapa dan kembali memintaku untuk kembali ke tempat duduk. Aku mencuri pandang ke Dia, kulihat Dia berdiri dari bangkunya menuju ke arahku, kutundukkan kepala dan sibuk dengan tugas di buku pelajaran yang ditunjukkan teman baikku. "Kalau masih sakit jangan masuk" Dia berkata di dekat telingaku, aku membalikkan badanku menghadap Dia, dekat sekali kami. "Aku nggak mungkin nggak masuk terus, aku juga mau ke sekolah". jawabku. "Syalnya bagus", tiba-tiba dia memegang ujung syal yang terikat di leherku. Spontan aku tanya,"kamu suka ya? tapi ini punya mamaku, hadiah temannya dari Paris." aku menerangkan. "Nggak, aku cuma bilang ini bagus aja, aku suka kamu pakai ini." Lalu Dia berlalu dari hadapanku. Aku memandanginya dan kembali ke bangkuku karena bel telah berbunyi tanda pelajaran mulai. Aku kembali menekuni buku pelajaranku dan tersenyum.

Tuesday 22 June 2010

Persami buat aku sakit

Aku suka kegiatan Pramuka dan selalu mejadi ketua regu. Saat Siaga aku ada di Barung Hijau sedangkan saat Penggalang aku ketua Regu Bunga Matahari. Dan kami diminta bersiap untuk latihan berkemah, menginap di sekolah dan melakukan aktifitas pramuka. Aku sudah membagi tugas ke anggota regu untuk persiapan membawa perbekalan selama 2 hari semalam di sekolah. Ada tenda, perlengkapan masak dsb. Sibuk yah.

Sekitar pukul 3 sore kami sudah bersiap di lapangan belakang sekolah, memasang tenda, mempersiapkan semua peralatan bahkan tempat upacara pembukaan. Tenda dipasang melingkar di sisi luar lapangan, dipisahkan antara tenda anak laki-laki dan tenda anak perempuan. Aku mendapat tempat urutan ke dua dari ujung bagian dalam, dekat tempat kolam yang tertimbun. Bersama teman-teman, aku mendirikan tenda, memasang pasak, kebetulan tenda yang dipakai itu tenda aku. Setelah selesai berdiri, kuperhatikan sekelilingku, regu yang lainnya masih sibuk mendirikan tenda, ada yang sudah selesai seperti regu kami, ada yang belum, ramai sekali. Kucari sosok teman dan ingin kuperhatikan, Dia. Dan Dia ada dihadapan tenda kami, membelakangi aku. Bersama temannya, Dia sedang menggali parit di sekeliling tenda. Menarik perhatianku dan kutanyakan pada temanku, apa kita juga perlu menggali parit? Temanku segera membuat parit juga di sekeliling tenda. Kulihat beberapa teman dari regu lain sudah mempersiapkan tiang bendera dari tongkat dan tali pramuka, sedang yang lain mempersiapkan kayu bakar untuk api unggun. Lapangan upacara sudah dibersihkan dan kami diminta siap berbaris mengelilingi lapangan di depan tenda kami untuk upacara pembukaan.

Usai upacara pembukaan, kami anak-2 perempuan diminta menata ruang kelas untuk shelter bila hujan tiba, kami tidak diperkenankan tidur di tenda malam hari. Hanya anak-2 laki-2 saja yang boleh tidur di tenda. Sayang banget, padahal aku ingin tidur di tenda juga. Aku bersiap di kelas yang sudah dipersiapkan, bersama teman-2 aku bersihkan ruang kelas agar nyaman dipakai tidur. Aku memilih tidur di dekat bangku sehingga sebagian bangku dapat dipergunakan untuk tempat barang-barang kami. Lantai yang sudah disapu dialasi tikar plastik dan alasi lagi dengan selimut yang kubawa dari rumah. Aku berdiam diri dan mencoba untuk nyaman. Tak berapa lama aku melihat teman perempuan dari kelas sebelah masuk dan meminta beberapa barang, teman perempuan di kelas aku bertanya untuk apa. Teman kelas sebelah itu menjawab, ada yang membutuhkan barang-barang itu, Dia yang butuh. Kami semua bengong. Oleh teman perempuan dalam kelasku dikatakan, kalau mau berbagi sebaiknya pakai barang sendiri jangan minta pada kami. Pertengkaran kecil terjadi, aku cuma tertawa kecil melihatnya, akhirnya teman kelas sebelah keluar dan tidak kembali lagi. Lucu juga.

Malam, setelah makan malam papaku menjenguk aku, melihat kondisi anak perempuannya, rupanya cemas juga papaku. Kami hanya diperkenankan bertemu di pintu pagar. Aku ditanya, mau makanan apa buat malam nanti, aku bilang, "Terang bulan coklat keju, ya pa". Senangnya ditengok papa dan tak berapa lama papaku kembali lagi dengan tas plastik isi terang bulan coklat keju pesanan aku, hmmm harum baunya, pasti enak. Aku kembali ke kelas meletakkan terang bulan itu di atas bangku dan akupun duduk di dekat tempat aku nanti tidur. Sambil menunggu makan malam, aku dan beberapa teman berbincang-bincang. sesekali kulihat bayangan Dia yang lewat di samping kelas, aku melihatnya dan berharap Dia mau menengok aku. Tapi mana mungkin, sibuk Dia dengan teman-temannya.

Rupanya acara malam ini banyak diisi dengan aktifitas di lapangan, setelah memberikan arahan, kakak pembina mengajak kami bernyanyi dan bermain bersama di lapangan. Angin semakin dingin dan lembab, aku mulai menggigil. tapi kami belum diperkenankan masuk ke ruang kelas. Benar saja, tak berapa lama hujan mulai turun dan kami bubar berteduh di dekat ruang kelas. Badanku semakin menggigil terkena air hujan. Mataku sibuk mencari Dia, kemana ya? Aku melihatnya dari kejauhan, rambut dan kemejanya sedikit basah, Dia sibuk mengibaskan rambutnya. Kulihat beberapa tenda bahkan roboh oleh angin, mungkin pasaknya kurang kencang, dan anak-anak riuh ketika tahu itu tenda mereka. Tendaku? Masih berdiri di ujung lapangan bagian dalam, tapi beberapa pasak bawahnya sudah mulai lepas. Anak-anak berkumpul di teras menerima arahan dari pembina, anak perempuan diperintahkan masuk ruang kelas sementara anak laki-laki tetap di teras dan bersiaga bila diperlukan. Aku segera masuk dalam kelas.

Aku terdiam di tempat aku akan tidur, sudah dua kali aku bersin, badanku berasa dingin. Oleh temanku, aku disuruh makan supaya nggak masuk angin. Kucoba makan terang bulan dari papa, baru 2 gigitan, perutku rasanya mual. Aku bilang ke teman kalo aku mual. Terang bulan segera disingkirkan dari hadapanku. Kembali aku bersin-2, aku keluarkan balsem yang kubawa dari rumah, kuminta temanku menggosok punggungku. Dingin kata temanku, sepertinya aku mau sakit nih. Aku berharap aku baik-baik saja besok pagi. Segera kupakai jaket biruku dan aku merebahkan badanku di tempat aku tidur, di atas tikar dan tumpukan selimut yang kubawa dari rumah. Dingin lantai merasuk ke tubuhku dan perlahan aku suhu badanku menghangat dan beranjak panas, aku demam.

Guruku panik melihat aku demam, dipegangnya keningku dan bertanya apa mau diantar pulang. Aku menggelengkan kepala dan berkata, besok pasti sudah tidak apa-apa. Aku minta ijin untuk tidak ikut kegiatan bila hujan sudah reda, aku mau istirahat. Guruku masih cemas, tapi akhirnya ditinggalkannya aku bersama teman-2 di kelas. Aku dilarang keluar kelas, karena masih hujan. Aku sendiri semakin kedinginan, jaket biruku tidak mampu menahan hawa dingin yang menembus badanku. Karena kelelahan, aku tertidur.

Tak berapa lama, kudengar percakapan di dekat pintu, menanyakan siapa yang sakit. Aku membuka mataku dan melihat ke arah pintu. Kulihat Dia berdiri di pintu dan meminta masuk. Temanku melarang karena itu ruang tidur teman-teman perempuan. Tapi Dia memaksa mau melihat aku, "siapa sih yang sakit". Seorang temannya menarik tangannya untuk keluar ruangan, tapi Dia menepis dan masih memandangi aku yang masih tiduran. Aku berkata, "aku yang sakit, tapi aku tidak apa-apa". Dia masih berdiri di situ dan bertanya, "Sakit apa?", temanku bingung, entah mesti berbuat apa. Akhirnya aku mengeluarkan suara, "Aku demam, bila besok pagi masih demam, aku pulang". Pandangan Dia melemah dan menganggukkan kepala, kemudian meninggalkan ruang kelas, dan aku kembali mencoba tidur. Tapi aku tidak bisa tidur, demamku meninggi, aku tetap terjaga sampai pagi, dan demamku tetap tidak turun. Akhirnya pagi-pagi aku pulang ke rumah, tidak melanjutkan acara Persami dan aku tidak melihat Dia ada di sekitar sekolah ketika aku pulang.

Dua hari sudah aku beristirahat di rumah karena demam. Siang ini begitu cuaca terik, aku kegerahan dan memilih duduk di kursi malas papa. Papa ke kantor, mamaku entah keluar ke mana. Kulihat jam sudah lewat pukul 12 siang. Kalau aku masuk sekolah, pasti sebentar lagi waktu pulang. Aku beranjak dari kursi malas dan perlahan menutup pintu depan rumah karena aku ingin tidur di kursi malas. Sebentar saja aku sudah terlelap, mataku berat dan badanku masih lemah, demam ini benar-benar belum mau pergi. Belum lama aku terlelap, kudengar dari luar rumahku, suara anak laki-2 memanggil namaku dan mengajak keluar. Aku terbangun, tapi masih berat kepalaku. Kudengar namaku dipanggil lagi dan tersebut nama Dia. Aku terkejut, dan segera ingin keluar, tapi badanku masih belum mau bangun. Pelan-pelan aku duduk di kursi malas papa. Sedikit pening, tapi aku ingin keluar. Kutarik nafas dan mencoba berdiri. Sedikit terhuyun aku mencapai pintu, masih pening yang kupaksakan berjalan. Kubuka pintu ruang depan dan kulihat Dia dan temannya sudah beranjak dari depan rumahku dengan sepedanya. Aku tersenyum kesakitan, ada rasa senang Dia ada dekatku ketika aku sakit.

Saturday 19 June 2010

Kalung Dolphin

"Kalungnya bagus", kata-kata itu yang meluncur dari mulut Dia ketika aku pakai kalung yang aku beli di Blok M. Aku tersenyum dan berkata,"ada gelang dan cincinnya juga, kamu mau?" aku bertanya. "Ada lagi memang?" Dia menanyakan, dan aku menggelengkan kepala. "Tapi aku bisa mendapatkannya lagi untuk kamu." Aku menerangkan. Dia cuma bilang,"bener ya." Aku menganggukkan kepala dengan mata yang berbinar. Senangnya Dia mau terima kalung yang aku mau berikan.

Kalung itu aku beli di Blok M waktu aku ke Jakarta, waktu aku tes sekolah di PSKD Bulungan. hampir 1 (satu) bulan aku di sana, tinggal di rumah tante (adik papa) di bilangan Fatmawati. Aku membelinya bersama meita, teman perempuan yang tinggal di depan rumah tanteku. Waktu itu puasa, siang hari terik dan kami berdua jalan ke Blok M untuk mencari sesuatu yang bisa aku berikan ke Dia. Meita bilang, "baik banget sih mau belikan sesuatu buat seseorang yang ada di hati." Aku sering cerita ke meita tentang Dia, bagaimana kami sering bersama tanpa kata dan meita bilang,"kenapa kamu nggak bilang aja langsung kalau kamu suka". Aku hanya bilang,"nggak berani, kan malu kalo cewek bilang duluan, jadi aku memilih menunggu".

Kalung itu terbuat dari monel, rantainya putih berkilat dengan bandul dolphin terikat pada sirip punggung atasnya. Aku memilih charm bracelet dan cincin dengan mainan yang sama sebagai pasangannya. Aku ingin memberikan kalung itu untuk Dia pas perpisahan sekolah nanti, dan aku akan menyimpan gelang dan cincinnya. Mudah-mudahan bisa...aku berharap Dia tahu.

Friday 18 June 2010

Drama itu bukan buat aku

Semua sudah berkumpul di ruang kolintang. Para ibu-ibu sibuk berbincang satu sama lain. Kami anak-anak juga melakukan hal yang sama. Aku, seperti biasa selalu duduk di kursi yang sama, dekat pintu dan memperhatikan yang lainnya. Hari ini bukan ibu-ibu yang berlatih, tapi kami, anak-anaknya. Entah untuk lomba apa, aku juga nggak pernah paham. Beberapa anak telah dipilih untuk memainkan peran, termasuk temanku yang menyenangkan itu. Aku masih duduk di situ, sepertinya aku tidak terlibat. Benar, mamaku keberatan bila aku terlibat. Menurutnya, peran itu untuk anak yang lainnya saja, aku tidak perlu. Dan aku hanya memandangi temanku yang mulai mendapatkan instruksi untuk berlatih.

Rupanya, drama itu drama musikal, entah apa temanya. Yang aku tahu, temanku diminta berjalan memutari ruang kosong dengan menggandeng tangan seorang anak perempuan yang saat itu belum datang untuk berlatih. Akhirnya, pelatih meminjam aku untuk ikut berlatih. Aku suka terlibat, tapi mamaku melarang, karena khawatir aku kecewa tidak ikut tampil. Dan aku bilang, tidak apa-apa meski hanya latihan. Sering aku menjadi peran pengganti saat berlatih. Aku dan temanku seperti menikmati latihan itu, kami berjalan bersama, tertawa bersama bila salah dan menggerakkan anggota badan kami bila di instruksikan oleh pelatih. Menyenangkan sekali bisa bermain bersama Dia, temanku.

Tiba hari H, waktu pelaksanaan. Aku tetap duduk di kursi biasanya. Kuperhatikan temanku sedang berganti kostum, sepertinya pakaian daerah Bali. Dia nampaknya suka pakai kostum itu. Aku tersenyum setiap Dia melihat ke arahku. Setelah selesai, Dia minta perias untuk memakaikan kostum pasangannya ke aku. Aku menggelengkan kepala dan berkata,"aku tidak ikut, kan aku hanya bantu latihan saja". Temanku bengong memandangiku, Dia tidak mau. Dia menunjuk ke arahku dan berkata, "Aku mau sama kamu aja". Para ibu-ibu tampak panik, bagaimana ini. Akhrnya pasangan peran temanku tiba dan sudah berhias, tinggal berganti kostum saja. Segera Dia dipakaikan kostumnya dan diminta berlatih sebelum berangkat. Temanku tetap tidak mau, hingga dibujuk bahwa ini hanya latihan, nanti tampilnya akan bersama aku. Oleh mama, aku diajak keluar dari ruangan, aku ingin melihat, tapi tidak boleh. Aku sedih, aku ingin melihat temanku tampil, tapi tidak boleh. Dari kejauhan kudengar temanku memanggil aku, aku cuma bisa memandanginya saja. Kudengar juga seorang ibu membujuknya dengan mengatakan bahwa aku keluar ruangan untuk berganti kostum. Meskipun itu semua bohong, aku keluar untuk dipulangkan oleh mamaku, karena khawatir pertunjukkan akan batal bila aku ada disitu, karena temanku tidak mau berpasangan dengan anak perempuan yang dipilih, tapi maunya dengan aku. Maaf yang teman, drama itu bukan buat aku.

Wednesday 16 June 2010

Bener kamu nggak papa?

Aku mulai menstruasi ketika naik kelas 6, lebih cepat seperti dugaan mamaku. Banyak hal yang menjadi batasanku sejak itu. Tidak boleh manjat pohon jambu kesukaanku, tidak boleh main dengan teman-2 laki-2 lagi, tidak boleh lari-larian, mesti banyak tirakat dan masih banyak banget aturan dari eyang putri. Sedih deh. Mestinya nggak boleh naik sepeda juga kalo berangkat sekolah, tapi nggak bisa dibantah, karena nggak ada yang anterin aku berangkat sekolah, ya udah, mau gimana lagi.

Hari ini pelajaran olah raga, aku membawa baju ganti tapi teledor banget nggak bawa extra pembalut. Aku berpikir, ya sudah nanti aku tetap pakai celana olah ragaku dan berharap nggak tembus deh. Ternyata dugaan aku salah. Rok seragam merahku ternoda juga. Panik deh aku...gimana yah, dan ini masih istirahat pertama, masih 3-4 jam lagi aku di sekolah. Waduh, gawat. Kutunggu semua anak keluar dari kelas dan kupikir semua anak sudah keluar. Pelan-pelan aku beranjak dari tempat dudukku dan berjalan keluar kelas bersama teman perempuan sebangku yang sudah aku beritahu lebih dulu. Baru aku berdiri di samping bangku, tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang,"rok kamu kotor". Pias padm mukaku, itu suara Dia. Aduh malunya, gimana nih. Aku menengok ke belakang dan tanpa menjawab aku bergegas meninggalkannya buru-buru keluar ruang kelas. Tapi Dia mengikuti aku, aku bingung mau jawab apa, sementara kata eyang putri, hal seperti ini tabu dibicarakan. Temanku mengiringi aku, kupercepat langkahku menuju toilet. Tapi Dia mengikuti aku dari belakang dan terus bilang, "Bajumu kotor". duh tambah malu, akhirnya aku jawab sambil membalikkan badan,"iya aku tahu, jangan ngikutin dong". Lalu aku berjalan terus. Dia masih di belakang aku dan tetap memberitahu aku soal rokku. Temanku merasa gerah dan berkata galak,"sudah tho jangan ikuti lagi, kan malu". Dia tertegun dan terdiam, kemudian menjauhi kami. Aku bergegas ke toilet dan mencoba menanggulangi masalah bersama temanku.

Sampai jam terakhir, aku tetap diam duduk di bangku dan tidak beranjak sedikitpun. Untung banget temanku berbaik hati menolong aku bila perlu sesuatu. Aku tidak berani bergerak. Hingga jam sekolah usai, dan aku belum berani berdiri samapi kelas benar-benar kosong. Dia menghampiri lagi dan bertanya, "Kamu nggak papa, bener nggak papa?". Aku hanya menggelengkan kepala. Dia bertanya lagi, " Kamu sakit ya, aku antar pulang ya". Hah, aduh...aku segera bilang, "nggak usah, terima kasih". Diapun berlalu sembari melihat ke arahku. Kelas benar-benar kosong dan aku menuju parkiran sepeda, tampak tinggal 2-3 sepeda saja. Aku tuntun sepedaku di halaman sekolah yang sudah kosong. Teman perempuan aku sudah pulang duluan. Tinggal aku saja sendiri melalui gang sempit menuju jalan raya. Mendekati jalan raya, aku sudah duduk di atas sepedaku, dan kulihat Dia ada di samping gapura gang, sendiri dan sudah berganti pakaian, rumahnya dekat sih. kembali Dia menawarkan diri untuk mengantarkanku pulang, karena menurut Dia aku sedang sakit. Aku jawab, "nggak usah, terima kasih. Aku bisa pulang sendiri, kok. Aku nggak sakit. Kamu pulang aja" dia masih ragu-ragu, nampak ingin benar Dia mengantar aku pulang. "Benar nggak papa, ya udah. Aku akan pulang kalau kamu sudah hilang dari tikungan itu yah". Tangannya menunjuk tikungan yang ngak berapa jauh dari tempat kami, Aku engiyakan dan berlalu. Tiba di tikungan, aku menolehkan kepalaku dan kuliat Dia berjalan menuju rumahnya sambil terus mengamati aku yang segera menghilang dibalik tikungan. Maaf, aku malu.

Monday 14 June 2010

I've found so far that I've looking for

I've found so far that I've been looking for,,, and now is the time to fill the remainder of my time for this…what was in the blue box would you give to me,,,that makes me feel until now, although I never knew…I remember about the necklace, because the necklace caught my eye,,, and I can not take anything for the breakup, because for me hurts the heart …very important for you to know it, know now, that I intentionally put this day,,, at the end of my period, should be with you…My story did not intentionally do, in my time, because you are aware, there is love, and returned to find you,,,, songs about blue box…now I can not describe the flowers on white paper,,, but I will describe a thousand roses in your heart,,,,


Mawar di atas kertas

Kelasku nampak ramai pagi ini, agak terlambat datang rupanya aku. Segera aku duduk di bangkuku dan menyiapkan buku pelajaran pertama, kususn rapi di sudut meja bersama alat tulisku. Enggan keluar kelas, karena sebentar lagi pasti bel berbunyi dan pelajaran mulai. Aku masih asyik mengamati hasil pekerjaan rumahku yang telah selesai dalam bukuku, dan kemudian secarik kertas sudah ada di hadapanku. Kertas folio dengan gambar 1 tangkai bunga mawar dari pensil, lengkap dengan durinya. Aku mengangkat kepalaku untuk memastikan siapa yang meletakkan gambar itu, dan aku lihat Dia...Aku pastikan dengan bertanya, dari kamu? Dia cuma tersenyum dan berlalu menuju bangkunya. Aku pandangi lagi gambar itu, detil sekali dan tampaknya di gambar dengan pensil 2B sehingga tajam garisnya. Kemudian aku berpikir, cowok menggambar bunga mawar? Apa benar ini gambarnya? Segera aku masukkan gambar itu ke laci meja dan pelajaran sudah mulai.

Jam istirahat, teman-temanku sudah keluar kelas. Aku keluarkan lagi gambar bunga mawar itu, kuperhatikan setiap garis hitam tandas di kertas putih. "suka nggak?" tiba-tiba ada suara dari belakang telingaku. Aku menengadahkan kepalaku, mencari asal suara itu, dan itu Dia. Aku melihat lagi ke gambar bunga mawar itu, belum sempat kujawab, Dia sudah bertanya lagi, "kalo nggak suka, aku gambar lagi nanti". Aku menggelengkan kepala dan bilang suka dan dia bertanya lagi, "kalo aku gambar yang lain lagi, mau?". Haah, mau gambarin aku lagi, tapi aku suka, ya aku bilang mau deh. "Yah, besok aku letakkan gambar lagi di mejamu yah". Aku bilang, "Aku tunggu yah". Dan kuperhatikan Dia hingga hilang di depan pintu.

Esok paginya ketika aku tiba di sekolah, tak kulihat gambar yang dijanjikan di mejaku. Aku melihat di bangku Dia, tampak Dia sedang bercanda dengan temannya. Mana gambar yang dijanjikan yah? Aku tak berani bertanya. Kuperiksa laci mejaku, tak kutemukan kertas di situ. Tak berapa lama, aku mendengar suara ribut dari arah sudut belakang, kulihat seorang temanku memegang kertas putih bergambar dan yang lain mengelilinginya. Aku beranjak dari bangkuku dan bergegas menuju kerumunan itu, kulihat gambarnya dan itu gambar bunga mawar sepeti yang kemarin, tapi berbeda sudut pandangnya. Aku bertanya ke mereka, dimana mereka dapatkan gambar itu? Mereka bilang di atas mejaku. Aku kembali bertanya,"kenapa kalian ambil bila bukan milik kalian". Mereka terdiam, dan aku berbalik arah menuju mejaku, kesal, tapi tak kuambil gambar itu. Aku duduk dan membuka tas untuk mempersiapkan pelajaran pertama. Seperti biasa, buku pelajaran sudah kususn di sudut bangku bagian atas berikut peralatan tulisku. tak berapa lama, seorang temanku datang dan mengembalikan kertas bergambar itu, temanku bilang maaf karena tidak tahu itu milikku, mereka hanya ingin melihat. Sayangnya kerta itu sudah kusut karena berpindah tangan. dan aku masih kesal. Rupanya hal itu diperhatikan oleh Dia. Dia menghampiri aku dan bertanya, "gambarnya jelek yah?" Aku bilang tidak, tapi aku kesal karena teman-2ku mengambilnya lebih dulu dan aku bilang maaf, karena kertasnya jadi kusut. Dia mengambil kertas itu dan berkata, "Aku ganti yah besok". Aku bilang, nggak papa yang itu juga, tapi dia bersikeras menggantinya. Aku jadi iba, melihat Dia juga kecewa gambar itu jadi kusut. Yah..maaf....tapi aku suka kamu selalu gambar buat aku....

Sunday 13 June 2010

Perpisahan ini ...

Usai sudah masa ujian kami, mulai ujian praktek , ujian tulis hingga ujian nasional telah dilewati. Kami mulai tak banyak yang dilakukan usai semuanya. Para guru sibuk dengan pekerjaannya, sementara kami sibuk berbincang tentang kemana kami akan melanjutkan sekolah. Dan aku, seperti teman-teman di lingkungan kami, masih bingung mau sekolah di mana. Karena kami satu area komplek akan dipindahkan. Kami tidak lagi tinggal di lingkungan tempat kami dibesarkan, kami akan dipindahkan ke area baru yang kami sendiri belum tahu itu dimana. Itu sebabnya, aku belum tahu mau sekolah di mana. Mamaku bilang, di dekat tempat tinggal kami yang baru, ada sekolah yang cukup dekat. Sebaiknya aku mendaftar ke sana. Tapi aku ingin bersama teman-temanku di sekolah yang mereka pilih, hanya saja itu jauh sekali dari tempat tinggal kami yang baru. Aku mengikuti saja anjuran mama, aku tes di tempat itu dan ternyata aku tidak masuk. Sementara untuk mendaftarkan ke sekolah negeri yang lainnya, sudah tidak bisa karena ujian serentak diberlakukan. akhirnya mama dan papa aku memutuskan untuk memasukkan aku ke sekolah di Klaten - Jawa Tengah. Kebetulan ada keluarga mama yang bisa mengasuh aku selama 1 tahun di sana, sebelum aku dipindahkan ke sekolah dekat tempat tinggal baru. ya sudah, mungkin memang aku harus ke sana.

Menjelang acara perpisahan, kami masih berlatih beberapa atraksi pangung, ada yang menari, paduan suara, drama dan sebagainya. Aku hanya mengikuti paduan suara, karena sibuk mencari sekolah, akhirnya aku sering tidak berlatih. Ada 2-3 kali kami berlatih lagu Hymne Guru, dilatih oleh guru kesenian kami. Sepertinya cukup baik, dan kami diminta mempersiapkan kostum untuk tampil di malam perpisahan. Sehelai sarung dan selendang untuk siswa putri. Wah, untuk apa yah? Kami bertanya-tanya dan masih belum mengerti.

Ada satu hal yang aku pikirkan menjelang perpisahan itu, DIA. Kalau aku pindah rumah dan sekolah, aku pasti jauh dari Dia, dan aku bingung mesti bagaimana. Aku ingin Dia tahu bila aku tidak ada di lingkungan itu lagi dan aku tidak memilih sekolah yang Dia pilih. Bagaimana memberi tahu Dia? aku masih bertanya-tanya untuk hal ini. Satu hal lagi yang ingin aku sampaikan, aku suka dia. Aku ingin pergi dengan menyampaikan hal ini ke Dia. Akhirnya aku putuskan untuk menuliskan semuanya di surat dan meletakkan suratku dalam kotak berhias pita warna biru. Sengaja aku siapkan untuk malam perpisahan sekolah.

Sore hari pukul 4 , kami diminta berkumpul di sekolah untuk make-up dan costume. Aku tiba sedikit terlambat, beberapa teman sudah siap dengan make-up tapi belum berganti costume. Segera namaku dipanggil untuk segera bersiap di make-up. Aku duduk di bangku dan mulai dihias, sama seperti teman-temanku yang lain. usai sudah kami semua di make-up, satu-satu kami berganti costume rok dari sarung yang di-ikat di bahu kami dan berikat pinggang selendang. guru Olah raga perempuan kami yang mempunyai ide tersebut. Lucu juga. Setelah selesai, kami bergegas ke gedung pertunjukkan untuk menunggu giliran kami menyanyi.

Lagu Hymne guru mengalun hikmat di suasana hening gedung pertunjukkan. Kami siswa-siswi yang lulus tahun ini, menyanyikannya hingga tak terasa beberpaa diantara kami meneteskan airmata. Usai menyanyikan beberapa lagu, kami turun panggung. Segera aku bergegas mencari teman dekat perempuan untuk menyampaikan ke Dia, aku menunggunya di belakang gedung pertunjukkan. Temanku mengiyakan, dan akupun bergegas ke belakang gedung pertunjukkan. Aku bersandar di dinding samping, menunggu Dia tiba. Tak berapa lama teman perempuanku muncul dan menyampaikan bila pesanku sudah disampaikan tapi Dia mau ke kamar kecil dulu. Aku ucapkan terima kasih, tapi aku nggak mau ditinggal, kuminta teman perempuanku menungguku di tempat yang tidak berapa jauh. Aku kembali menunggu. Kemudian kudengar suara berdebat di balik dinding, suara dua anak laki-laki dan itu bukan Dia. Mana Dia? Aku melongokkan kepalaku untuk memastikan siapa yang datang, ternyata dua teman laki-lakiku yang berada di situ. Mereka rupanya mendengar saat teman perempuanku menyampaikan pesan ke Dia, sehingga mereka datang mendahului dan memintaku untuk menyampaikan pesan lewat mereka. Aku jawab, tidak ada pesan, aku hanya mau menyampaikan kotak berpita biru dan pamit, karena aku akan pindah kota. Mereka menanyakan kenapa tidak mereka saja yang menyampaikan pesan itu, aku menggelengkan kepala, aku bilang aku mau menyampaikan langsung. Mereka masih belum mau beranjak dari tempat itu, sehingga aku meminta mereka untuk meninggalkan tempat itu. aku mau hanya aku dan Dia yang ada disitu nantinya. Tapi mereka masih berada di situ.

Kulihat bayangan bergerak dari balik dinding, dan itu Dia...berjaln menemui 2 teman laki-laki yang lebih dahulu berada di situ. Aku berdiri menghadap mereka bertiga, dan kulihat 2 temannya menyampaikan bila aku mau bertemu untuk pamit karena pindah ke lain kota. Dia memandangi bayanganku dan bergegas berbalik arah menjauhi aku. Aku memanggil namanya tapi dia hanya menoleh satu kali kemudian berlari ke arah sekolah. Dan aku tidak bisa berkata-kata. kedua teman laki-laki itu bergegas menuju aku dan bilang, Dia sudah tahu aku akan pindah. Hanya itu yang disampaikan. Aku tertegun dan berbalik arah menuju teman perempuan aku yang menunggu di sudut gedung pertunjukkan.

Dalam kepala aku berputar berbagai pertanyaan dan tidak pernah terjawab, dan aku menangis di depan teman perempuan aku. temanku bilang, sudah, jangan menangis, lain kesempatan aku akan bisa menyampaikannya dan temanku pamit untuk menonton pertunjukkan di dalam gedung. Aku masih terdiam di luar gedung, memandangi kotak berpita biru yang seharusnya sudah ada di tangan Dia. Apa aku bisa pergi tanpa memperitahu Dia? Dalam hati aku cuma bisa menyimpan semuanya dan berjanji akan mencari Dia lagi untuk menyampaikan apa yang ada di dalam hati aku, semuanya. Someday, I will tell you that I like you so much....

Saturday 12 June 2010

A song for you,,,a puzzle picture of love.


-->
Sometimes I always impose its will, but I think all this can be accepted, because for the common good.
Still there, someday I'll go to the show, for you to understand, and began with hope and love in the heart, and now you are slowly becoming understood, from what I have just looked at as a dead image, you have described everything that could be the expression, starting from white bread until I could not look at you go.
Stories that are not easily organize because I deliberately wanted to pass, there isnot love in the heart, only bring you organize puzzles, You must understand why puzzle always requested. I'll get back to trying to organize, because it is a puzzle picture of love
-->
Many stories that have been in place, when there is a story that led to others, still want to continue beautifull stories for later? I make all of the story to illustrate just about me, about my property should.
I tried to give my views, not that I give you restrict. I hope to have plenty of time to make the story, and leave these stories are stored, even if I do not have memories to continue the story, or we have plenty of time to create our next generation,,,,,,,,because i have a love ,,,,

Potongan cerita kolam renang

Aku suka sekali bermain air, tidak peduli dengan larangan papa atau mama, melihat air seperti ingin berada didalamnya. Papa begitu mengerti aku dan mulai rutin mengajakku ke kolam renang dekat rumah, usiaku saat itu baru 8 tahun. Setelah mengganti pakaianku dengan swimsuit, akuberjaln melihat banyaknya air di hadapanku. Papa menunjukkan tempat yang aman buatku, kolam yang dangkal dan tidak terlalu penuh. Aku menurunkan kakiku pelan-pelan, dingin, tapi aku suka. Kulihat di seberang sana ada sekelompok anak sedang berlatih berenang. Kuperhatikan bagaimana mereka meluncur dan menggerak-gerakkan kakinya. Aku masuk ke dalam kolam, dan air dingin itu mulai merendam badanku. Aku berjalan-jalan di kolam dangkal dan merasakan benar kenyamanan di badan aku. Dari jauh papa berteriak, coba masukkan kepalamu. Aku menahan nafas dan menurunkan kepalaku, hanya sebentar karena aku tidak tahu caranya yang benar. Akhirnya papaku meminta seseorang di kolam itu untuk mlai mengajarkanku berenang yang benar. Dan sejak itu, rutin satu minggu 2 kali aku berada dalam kolam itu untuk bekajar berenang.

Berenang sudah seperti makanan bagiku, tak peduli hujan atau terik, aku selalu masuk kedalam kolam dan mulai menempuh jarak, mengalahkan waktu bahkan berlomba. Hampir setiap hari aku membasahkan rambutku yang panjang untuk berenang. Dan aku tidak perlu di antar lagi, Karena aku bisa bersepeda sendiri ke kolam saat berangkat dan sepulang sekolah. Itu sebabnya rambutku sering basah bila pagi-pagi tiba di sekolah, dan Dia sering menanyakannya, kenapa rambutku basah? Aku hanya menjawab, pagi tadi aku latihan berenang. Senang di tanyain.

Seperti biasa, setelah membereskan rumah sepulang sekolah, aku berangkat berenang. Kumasukkan swimsuitku, handuk dan peralatan mandi. Aku bergegas ke kolam, rasanya pengen banget segera nyebur. Setibanya di kolam, cepat-cepat aku mengganti pakaianku dan keluar ke kolam. Aku menggerak-gerakkan badanku untuk pemanasan, dan duduk di pinggir kolam. suasana sepi hari ini, hanya 1-2 orang saja yang berlatih ditambah penjaga kolam yang hilir mudik membersihkan kolam dari daun-daun yang berjatuhan dengan jaring panjangnya. Di deretan bangku penonton juga nampak sepi. Kumainkan kakiku di air, rasa segar menjalar ketubuhku. Tiba-tiba kudengar suara di area penonton, seperti suara yang aku kenal. Berdebat untuk masuk dan melihat kolam, tapi di debat untuk bermain di tempat lain saja. Suara Dia, aku pastikan dengan menoleh ke pintu masuk, benar Dia. kupandangi agak lama dan temannya merasa kupandangi, segera mengajak pergi. Dalam hatiku menjerit, jangan pergi dulu, Dia belum lihat aku berenang. Kemasukkan badanku ke dalam kolam dan segera memulai latihanku, 2 rate terselesaikan dan aku berhenti. Kulihat di area penonton tampak sepi, yah...kemana Dia. aku sedikit kecewa hingga kudengar lagi suara berdebat di balik dinding masuk ruang ganti perempuan. Ku lihat dari bai rambutku yang panjang, Dia bersembunyi di balik dinding, memperhatikan aku, sementara temannya sudah ribut mengajak keluar dari area itu. aku tersenyum, senang Dia ada di sini. Kulanjutkan lagi latihanku hingga selesai dan Dia sudah tidak ada lagi ketika aku selesai berlatih. Akupun pulang.

Di hari lain, aku kembali berlatih berenang dan sendiri. Kolam itu benar-benar memacu aku untuk terus berada di situ. Dan tak berapa lama aku ada di kolam, aku melihat Dia sudah berada di deretan bangku penonton. Aku melihatnya dan ku merasa tenang. Aku suka Dia tidak bersembunyi lagi di balik dinding itu, sehingga aku bisa melihatnya jelas sedang duduk dan mengamati aku berenang dan Dia sendiri. Sejak itu, aku sering ditemani latihan berenang, meskipun hanya diam di tempat duduk dan mengamati aku, aku suka diperhatikan seperti itu. Bahkan ketika lomba, sering Dia hanya sekedar menengok dan memastikan aku benar ada di kolam. Dan bila Dia tidak ada, ada gelisah dan mempertanyakan kemana Dia pergi? Mengapa tidak menemani aku berenang? Sering di lihat bangku dan dinding tempat Dia biasa bersembunyi, memastikan kalau aku salah melihat, memastikan Dia ada di sana. dan bila aku tidak menemukannya, di sekolahpun Dia tidak ada. Semakin sering bertanya dalam hati, tapi aku tidak berani menanyakan hal ini ke Dia.

Sepulang latihan sore ini, aku berjalan ke luar area kolam untuk mengambil sepedaku. Kulihat Dia sudah menuggu di bawah pohon, sendiri. Aduh, jadi gelisah ya aku. Aku hampiri dia dan bertanya, menunggu siapa? Dia tidak menjawab, malah balik bertanya, Mau ikut aku? Aku terhenyak dan menanyakan mau kemana? Dia tidak menjawab dan kembali bertanya, Mau ikut aku nggak? Aku semakin bingung, mau kemana tho? Aku semakin termangu, aku berpikir hari sudah menjelang sore, sebentar lagi malam. Bila aku tidak tahu mau kemana, jam berapa aku akan sampai di rumahku. Kembali Dia berkata, Ikut aku ya? Aku menjawab, maaf, ini sudah terlalu sore, aku harus pulang. Lain kali yah. Aku lihat ada gurat kecewa dimatanya, tapi kemudian dia berkata, janji ya ikut aku. Akupun mengganggukkan kepalaku. Dia berlalu dengan sepedanya, dan akupun pulang ke rumah.

Thursday 10 June 2010

Dia Sakit dan Bersepeda

Jam istirahat ini kami pergunakan duduk-duduk diam di dalam kelas. Cuaca sangat terik membuat kami lebih betah berlama-lama di dalam kelas, rasanya lebih nyaman. Asyiknya bercerita dengan beberapa teman dan tiba-tiba dari arah pintu kelas, seorang teman datang dan mengatakan bila seorang ibu datang mencari anak perempuan yang namanya sama dengan aku. Kebetulan teman yang namanya sama ada duduk bersama kami, aku bilang, temui saja, mungkin memang kamu yang dicari. Dia beranjak dari tempat duduk dan keluar ruang kelas. Kami kembali bercengkrama. Tak berapa lama, aku dipanggil teman yang baru saja keluar, dia bilang aku yang dicarinya. aku terheran-heran, siapa ya yang mencariku. Akupun keluar.

Kutemui seorang ibu yang berdiri didekat pintu masuk kelas, kuperhatikan ibu itu membawa payung, perawakan sedang dan tampak sedikit bingung di wajahnya. Aku menyapa dan menanyakan apa ibu itu yang mencari aku. Beliau menyebutkan namaku, rumahku dan nama orang tuaku. Kuiyakan dengan anggukan, dan kutanyakan keperluan beliau. Ibu itu hanya menunduk dan berkata "Dia sakit". Aku terkejut dan sedikit bingung, kemudia kutanyakan apakah perlu berita tersebut aku sampaikan ke guru kami, beliau jawab, tidak perlu karena baru saja beliau melaporkan ke guru. aku kembali tercenung, lalu maksudnya apa ya kira-kira. Aku kembali menanyakan maksud ibu itu, dan beliau hanya menjawab kata yang sama,"Dia Sakit". Kemudian segera bergegas meninggalkan aku dan sekolah. Aku nggak mengerti dan aku kembali masuk kedalam kelas. Ketika pelajaran dimulai, aku melaporkan ke guru bila dia tidak masuk karena sakit, dan benar saja, ibunya telah melaporkan terlebih dahulu sehingga guru sudah tahu. Aku kembali duduk di bangkuku dan merenung, ada apa?

Pulang sekolah, aku coba mengunjungi rumahnya. Mungkin maksud ibu tersebut, meminta aku menjenguknya. Aku termangu di depan halaman rumah yang bersih, dengan pohon jambu dan kursi kayu di depan pintu rumah. Kulihat jendela rumah tampak tertutup rapat, demikian juga pintu rumahnya. Aku ingin masuk dan mengetuk pintu itu...tapi aku ragu-ragu. Lama aku tercenug di samping sepedaku untuk memutuskan apakah aku akan masuk atau tidak. Akhirnya kuputuskan untuk pulang saja.

Esok hari ... kami bermain beberapa anak di dalam kelas dan bercanda hingga tergelak di jam istirahat sekolah. Kembai teman laki-laki aku setengah berlari mencari aku, dia bilang ibu yang kemarin datang lagi dan mencariku. Aku bergegas keluar kelas menemui ibu itu agi. aku sampaikan bila kemarin, sepulang sekolah mengunjungi rumah mereka dan kusampaikan kondisi yang aku temui di rumah mereka. Ibu itu terdiam dan kembali menyampaikan "Dia masih sakit". Aku menanyakan sakit apa dan dirawat dimana. Beliau menyampaikan bila tidak perlu ke rumah sakit untuk menengok, cukup di rumah saja. Tapi kan rumahnya kosong. Ibu itu kemudian bergegas pulang. Sepertinya ibu itu kebingungan sekali. Aku hanya mengendikkan bahuku, dan masuk kelas kembali. Kusampaikan ke teman-teman bila dia sakit. Apakah mereka tidak keberatan bila menjenguk bersama-sama. Mereka mengiyakan terutama yang rumahnya berdekatan dengan rumah Dia.

Sepulang sekolah, bersama beberapa teman ada yang berjalan dan ada yang bersepeda...kami menuju rumahnya. Tidak jauh, cukup dekat malah. Tapi kami menemui kondisi rumah yang sama, pntu dan jendela tertutup dan sepi tidak bersuara. Temanku mulai tidak sabar untuk pulang, kuminta untuk tunggu sebentar lagi. Tapi mereka mendesak pulang. Kahirnya aku mengalah. Kami pulang, kembali ke rumah masing-masing.

Hampir setiap hari, setiba di ruang kelas, mulai pagi, selalu kutengok Bangku Dia. Masih kosong. Dia belum masuk. Sakit apa ya dia, hingga selama ini belum juga muncul di sekolah. Aku jadi sering mengingat kejadian yang berhubungan dengan Dia. Kenapa ya? Aku nggak tahu jawabannya. Tapi rasanya jadi sepi yah kalo Dia nggak ada. Aku kembali duduk terdiam di bangkuku.

Pagi ini tenang, teman-temanku masuk kelas dengan senyum. Sepertinya ad yang membahagiakan mereka pagi ini. Aku senang melihat wajah teman-temanku. Dan tak berapa lama, wajah itu muncul dari balik pintu kelas, wajah Dia. Aku tertegun memperhatikannya, kulitnya lebih bersih, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana seragam. Dengan semangat, dia berjalan masuk kelas. Beberapa teman dekatnya menyambutnya dengan gembira. Aku tetap mengamatinya. Dan dia melintas di dekat bangkuku sambil berkata, "Pulang sekolah tunggu aku ya di ujung gang". Aku memandnginya dengan heran dan penuh tanya, mau apa? Kutepis pertanyaan dari pikianku dan kembali masuk pelajaran.

Sepulang sekolah, aku menuntun sepeda perlahan keluar gang. Mataku mencari sosok wajah Dia. belum nampak batang hidungnya yah. Aku tunggu barang sebentar, mungkin sebentar lagi. Aku menunggu di bawah pohon jambu di ujung gang sekolahku. Tak berapa lama, Dia datang dan kulihat naik sepeda. Aku bengong, dan dia berkata "Ayo pulang". Aku melongo deh. Ya udah aku pulang. Kunaiki sepedaku dan setengah nggak yakin melihat dia sudah lebih dulu di depanku dan mengarah ke arah aku pulang.

Sepanjang jalan pulang kami bersepeda bersebelahan, aku di sisi jalan sebelah kiri dan dia di sisi jalan sebelah kanan. Kadang kucuri pandang untuk melihat wajahnya, memastikan apa yang dia mau. Dia memandng lurus ke depan, kadang mendongakkan dagunya sedikit ke atas. Tiba-tiba aku ingat, dia kan baru sembuh dari sakit. Segera aku bertanya apa sudah pamit ibunya untuk bersepeda? Dia jawab sudah. Aku jadi khawatir yah, aku bilang kan baru sembuh sakit, nanti ibunya marah, sebaiknya dia pulang. Tapi dia terus mengayuh sepedanya dan bilang kalau mau main ke rumah teman dekat rumahku. Aku mengibaskan rambutku yang panjang yang menutupi wajahku. Aku suka melihat dia bersepeda disisi jalan sana. Ada rasa senang aku bisa bersama dia tanpa teman-temanku yang lain. Aku menundukkan kepalaku dan menghela nafas, semoga jalan ini tidak pernah usai...aku ingin bersama dia seperti saat ini. Tapi rumahku sudah tampak, dan aku menyesal kenapa waktu cepat sekali. Aku tunjukkan itu rumahku, dia mengangguk dan berkata sudah tahu. Aku ucapkan terima kasih karena sudah ditemani, dan kutunjukkan rumah teman dia di sebelah rumahku. Aku masukkan sepedaku ke halaman rumah, dan dia melintas menuju rumah teman. aku masuk ke dalam rumah dan membuka sepatuku. Aku ingat ad ayang tertinggal di sepedaku, aku menuju pintu kembar rumahku. Kulihat Dia melintas lagi di depan rumah, dan aku bertanya setengah berteriak, mengapa kembali, apakah sudah selesai. Dia cuma bilang, sudah selesai. Sesingkat itu??? aku nggak mengerti. yang aku tahu, aku bahagia sekali. Kapan ya dia bisa mengantarkan aku pulang sekolah lagi?

Wednesday 9 June 2010

Aku ditinggal sendiri di sekolahku

Kantor papa tampak sepi, semua orang berseragam sibuk dengan pekerjaan masing-masing, hening. Aku bosan bermain di meja papa. Aku menengok ke kanan dan ke kiri, semua sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Tampak di balik pintu juga sepi, aku beranjak dari kursi untuk memastikan apakah benar di luar ruangan papaku benar sepi. Berpegangan kusen pintu, aku melihat tidak ada orang lalu lalang. Kantin di dekat situ juga sepi, hanya penjaganya saja yang ada di situ. Aku juga enggan bermain di kantin. Aku bertanya ke papa, apakah hari ini mama juga ke kantor? Papa menganggukkan kepala, ah...berarti aku ada teman nanti. Aku kembali duduk tenang di meja papa dan mengerjakan pekerjaan rumahku. Aku baru boleh bermain bila semua PR sudah selesai.

Dari kejauhan kudengar suara ibuku berjalan di lorong menuju ruang musik. Aku bergegas merapikan semua isi tas sekolahku dan minta ijin papa untuk bermain di ruang kolintang. Papaku mengijinkan dan akupun bergegas pergi dari ruangan papa.

Belum sampai masuk ke ruang kolintang, dia, teman mainku sudah menunggu di muka ruangan dan mengajakku untuk main keluar area kantor papa. Aku ragu-ragu, apa aku boleh main di luar area kantor papa, kemudian aku bertanya, mau main kemana? Ke belakang kantor papa katanya, berarti nggak jauh ya, aku berpikir demikian. Pembicaraan kami didengar oleh seorang bapak yang ada di sekitar situ, beliau berkata untuk meminta ijin dulu ke papa kalo mau bermain ke luar kantor. Aku bilang, iya aku pamit ke papa dulu ya.

Usai pamit, kami bergegas ke luar kantor melalui pintu belakang dan berjalan menyusuri kantor berdua, siang itu terik tapi aku suka berjalan menyusuri jalan kering itu. Di sepanjang jalan dia bertanya apa pekerjaan rumahku sudah dikerjakan, aku menganggukkan kepala dan bertanya, "kita mau kemana?". Dia hanya menunjuk ke depan, sekolahku. Aku bertanya lagi memastikan,"ke sekolahku?". Ganti dia yang menganggukkan kepala. Ooo ... aku kenal area itu, itu sekolahku, di belakang kantor papa tapi terpisah dengan beberapa petak area tambak.

Kami tiba di sekolahku, aku suka sekali, kutunjukkan ruang kelasku, bangku tempat dudukku. dan kami bermain-main di kelasku yang tidak terkunci. Kami mencorat-coret papan tulis dan tertawa bersama melihat gambar dan tulisan di papan tulis. Kutunjukkan garis bilangan yang tadi siang aku kerjakan, dan dia menerangkan bagaimana seharusnya melakukan itu. Aku suka temanku bisa mengerti apa yang aku tulis di papan tulis itu.

Kami berlari ke luar kelas dan menuju halaman luas di tengah-tengah sekolah. Banyak bunga bougenville di sekeliling lapangan dan aku sibuk menuju wilayah belakang sekolah, dekat dengan rumah kepala sekolah. Kulihat ada kakak yang sedang belajar di teras. Dia menyapa aku, aku bertanya apa yang sedang dikerjakannya. Dia menjelaskan kalau sedang mengerjakan pekerjaan rumah. Kulihat temanku masih bermain di sekitar situ, di bawah pohon kersen. Dan kudengar namanya dipanggil 2 anak sebaya dari pagar depan sekolah. Dia berlari menuju temannya. Aku kembali asyik melihat kakak itu mengerjakan pekerjaan rumahnya. Kudengar namaku dipanggil, aku menolehkan kepala. dia mengajakku pulang, aku bilang nanti aja. Aku masih mau main disini, jangan ditinggal ya. Dia bilang, iya dan akupun tenang. Kembali kuperhatikan gambar itu dan kulihat temanku bermain berlarian di lapangan tengah sekolah. Duh, itu hari panas kok main di tengah lapangan sih, dasar anak laki-laki. Aku diberi secarik kertas dan pena oleh kakak itu dan aku mulai menggambar. Asyik aku menggambar hingga kusadari suara temanku sudah tidak ada lagi. Aku tinggalkan gambarku dan mencari temanku, tidak ada. Di ruang kelas juga tidak ada, di belakang kelas juga tidak ada. Kemana mereka?

Aku melihat pintu besi kecil di bagian belakang terbuka, aku longokkan kepala dan kulihat mereka bertiga sedang berjalan di pematang tambak. Aku berteriak, tunggu jangan ditinggal. Dia melihatku dan berkata, kesini bisa nggak? Aku bingung melihat pematang tanah yang berkelok tidak jelas dan aku bertanya gimana caranya? Dia menunjukkan jalan dari mana aku bisa mulai dan tiba di tempat dia. kuikuti jalan yang ditunjukkan, kucoba mengikuti dia dan aku terpaku di depan parit kecil dan aku ragu-ragu untuk melompat. Kaki kecilku pasti nggak bisa, aku pasti terperosok di situ dan aku menggelengkan kepala. Aku berteriak, aku nggak bisa lewat sini, ada jalan lain nggak? Dia bilang, loncat aja. Aku menundukkan kepala dan berbalik arah. Kulihat mereka masih asyik dengan sesuatu di dalam tambak. Aku kembali masuk area sekolahku lewat pintu besi kecil itu lagi. Tapi aku ragu-ragu untuk pulang lewat pintu depan. Aku kembali masuk ke area tambak dan kulihat, temanku tidak ada. kemana mereka. Kok aku ditinggal. Akhirnya aku benar-benar kembali ke sekolahku.

Kakak itu melihat aku heran dan bertanya, sudah ketemu temannya? Aku jawab sudah, tapi aku nggak bisa lewat sana. Kakak itu iba, kemudia dia bertanya, aku mau pulang kemana? Aku jawab ke kantor papa. Kakak itu kemudian mengantarkan aku pulang ke kantor papa.

Setibanya di kantor papa, aku langsung masuk ke ruangan papa, kulihat papa tidak ada di mejanya. Aku kemudian ke ruang musik, sudah di kunci. Aku ketakutan, aku kembali ke ruang papa dan bertemu dengan Bapak yang tadi lagi, beliau bertanya, darimana saja, semua orang sibuk mencari kamu. Aku terhenyak, ah aku sudah bikin orang lain repot. Aku menyesal, main selama ini. Tapi temanku kemana? Orang tuanya pasti juga mencarinya. Kemudian aku bertemu papa yang ternyata baru turun dari lantai 2, aku ditanya darimana saja karena sudah membuat orang lain repot. Aku bilang aku main di sekolah, tapi ternyata sudah dicari ke sekolah juga aku tidak ada. Wah, gawat deh. Akhirnya aku diantar pulang oleh staff papa, karena ibu juga sudah pulang dan tas sekolahku sudah dibawa. Sepanjang jalan aku memperhatikan jalan, berharap temanku ada di situ. Tapi dia tidak ada.