JellyPages.com

Thursday 3 June 2010

Roti tawar oles mentega bertabur gula pasir

Ibuku aktif sekali dengan kegiatan ibu-ibu di kantor ayahku. Aku sering diajaknya ke 'kantor' untuk menemani, alasannya aku tidak ada yang mengasuh sepulang sekolah. Jadi hari-hariku sepulang sekolah ada di kantor ayahku. Bermain di meja kerja ayahku, mengatur stempel di gantungan berputar adalah kesukaanku. Atau mencoba-cobanya di atas selembar kertas kosong, ku cap bolak-balik sampai kertas itu penuh. Tapi kalau ketahuan ayahku, siap-siap ditegur deh. Rutinitas pulang sekolah itu baru berpindah ruang ketika ibuku sudah tiba dari rumah, aku mengikuti ibuku ke ruang musik tempat ibu-ibu latihan olah suara dan musik. Ada piano disitu, juga ada kolintang, angklung ... hampir penuh dibuatnya ruangan itu. Aku hanya bisa masuk bila ibuku sudah tiba, karena ruangan baru boleh dibuka bila para ibu-ibu mulai berlatih.

Beberapa anak kecil juga berdatangan, sama seperti aku yang ikut ibu karena di rumah tidak ada pengasuh. Bila mereka sudah datang, ibu aku selalu menyuruh aku duduk diam di bangku dekat pintu. Mereka bersiap untuk berlatih, anak-anak kulihat mulai berlarian kejar-kejaran. Sepertinya mereka seusia adik aku, aku hanya menonton dan duduk. Aku suka duduk dekat pintu, karena aku bisa menengok dunia di luar pintu, melihat orang berseragam lalu lalang. Yang paling aku suka adalah pemandangan di depan pintu, ada kantin kecil di bawah tangga dengan etalase makanan dari kaca. Bila ibu-ibu sudah berdatangan, etalase itu jadi penuh dengan makanan berwarna-warni, menarik dipandang mata. Banyak macam kue yang ada di situ, dan aku suka melihat orang mulai berdatangan dan membeli makanan. Kesibukan lain di dalam kantor yang menarik hatiku. Ibuku juga sering meletakkan roti tawar beroles mentega dan bertabur gula pasir di etalase itu. Dan aku melihat tumpukan roti dalam bungkus plastik mulai berkurang jumlahnya. Pemandangan yang mengasyikkan untuk ditonton, sementara di dalam ruang mulai terdengar lagu-lagu berkumandang dari kelompok paduan suara ibu-ibu.

Aku melihat seorang anak laki-laki berdiri di dekat etalase dan memegang roti tawar buatan ibuku. Aku memandanginya dan melihatnya mulai mengeluarkan roti itu untuk di makan. satu potong roti sudah habis dilahapnya, sepertinya suka. Tiba-tiba ibuku memanggil aku dan minta aku untuk mengambilkan saputangan di dalam tas yang ada di atas kursi yang aku duduki. Setelah aku berikan ke ibu, aku kembali ke tempat duduk dan melihat ke luar pintu itu lagi, anak laki-laki itu sudah tidak ada. Aku kembali memalingkan kepalaku ke ruang dalam dan menikmati lagu-lagu dari paduan suara. Usai berlatih, ibuku memperkenalkan aku pada teman-2nya. Pasti deh, tangan mereka mendaratkan cubitan ke pipi aku, sebel dibilang lucu. Salah seorang ibu memanggil anak laki-lakinya dan memperkenalkannya ke aku. Aku memandangi, dia anak yang makan roti tawar tadi. Kami diam saja dan hanya saling lihat, akupun enggan mengulurkan tangan, aku pandangi saja dan diam. Anak laki-laki itu juga melakukan hal yang sama dan bersembunyi di belakang badan ibunya. Aku turun dari tempat duduk tapi tanganku masih belum mau lepas dari pinggiran kursi. Ibu itu menyuruh kami bermain bersama karena menurut beliau kami satu usia, sementara yang lain kebanyakan lebih muda. Aku masih diam saja, tapi anak laki-laki itu menarik tanganku dan mengajak aku menjauh dari ruangan, aku hanya mengikutinya. Kami berjalan ke luar gedung dan dia bertanya aku mau main apa? aku mengelengkan kepala tanda tidak tahu, dan dia kembali menarik tanganku mengajak masuk ruangan lagi dan berkata agar aku di dalam ruangan saja. Akupun diam.

Pulang sekolah aku kembali menunggu di kantor ayahku, aku menunggu di dekat kantitn, karena aku suka sekali di situ, memperhatikan orang berjualan dan pembeli memilih kue untuk dibeli. Dan anak laki-laki itu kembali di depan etalase kue bersama ibunya. Dia menunjuk roti tawar putih beroles mentega dan bertabur gula pasir untuk dibeli. Satu plastik berisi 2 potong kue. Rupanya ibu itu mengenali aku dan bertanya sedang apa di situ. aku jawab, menunggu pulang dengan ibu atau ayah. Oleh ibu itu, anak laki-lakinya diminta mengajak aku main dan membagi rotinya dengan aku. Kemudian dia menarik tanganku dan mengajakku ke belakang gedung, dia buka plastik pembungkusnya dan mengambil sepotong roti serta mengulurkannya ke aku, ini buat kamu. Aku masih diam dan memandangi, tapi dia kembali mengulurkan dan berkata, ambil. Aku mengambil roti itu dari tangannya. dia mengambil sepotong lagi dan mulai memakan roti itu. Aku masih memegangi roti itu dan melihatnya makan. Tiba-tiba dia berhenti makan dan bilang, kok nggak dimakan, ayo dimakan. Akupun mulai memakannya. Aku masih nggak ngerti kenapa dia mau bagi rotinya buat aku yah, mungkin karena disuruh ibunya. Potongan roti itu sudah habis kami makan, dan dia tanya apa aku sudah kenyang? Aku hanya mengganggukkan kepala, dan kamipun bergegas masuk lagi ke dalam ruang latihan.

Hampir setiap aku bertemu dengan teman baruku itu, dia selalu berbagi roti tawarnya. Buat aku, roti tawar itu sudah aku kenal betul rasa dan teksturnya, karena itu buatan ibuku, bahkan kalau di rumah aku menolaknya. Tapi entah kenapa, kalau teman baruku itu yang membagi rotinya denganku, aku selalu menerima dan memakannya bersama. Suatu hari ibuku melihat aku dibagi roti itu, ibu memanggil dan menegur aku. itu bukan rotimu, punya temanmu, kasihan nanti temanmu lapar. Aku cuma mengangguk dan memandang kearah teman baruku. Dia mendengar apa yang ibuku bilang. Esok harinya, ketika kami bertemu lagi, segera ia menarikku ke luar gedung dan berlari menjauhi gedung. Aku masih nggak mengerti apa maksudnya, dia berbalik dan menarik tanganku. Sampai kami dibelakang menara penampung air dan dia membagi rotinya di situ. Ayo cepat makan, sebelum ibumu tahu. Rupanya dia tetap membagi rotinya dan tidak ingin ibuku tahu. Aku suka punya teman seperti ini. Selesai makan, kami kembali ke ruangan, kuatir ibu kami mencari. Dan aku tersenyum sendiri, menyimpan rahasia kecil ini.

No comments: